eramuslim.com – Perang antara kelompok Hamas Palestina dan Israel semakin memanas di hari ke-23 pada Senin (30/10). Israel terus meningkatkan gempuran ke Jalur Gaza dan Tepi Barat di tengah rencana mereka melancarkan invasi darat.
Dikutip Associated Press (AP), per Minggu (29/10), jumlah korban tewas akibat gempuran Israel ke Gaza Palestina mencapai 8.005 orang dan melukai lebih dari 20.200 orang lainnya. Sebagian besar korban tewas di Gaza merupakan anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, jumlah korban tewas di Tepi Barat Palestina sejak perang pecah juga bertambah menjadi 116 orang dan 2.000 orang lainnya terluka.
Di sisi lain, jumlah korban tewas dari pihak Israel menjadi 1.400 orang dan sekitar 5.431 orang lainnya terluka. Hamas juga dilaporkan masih menyandera sekitar 200 orang sejak serangan dadakan pada 7 Oktober lalu ke Israel.
Dikutip Reuters, terlepas dari tekanan internasional untuk gencatan senjata, Israel kekeh melancarkan serangan udara dan artileri ke Jalur Gaza pada Senin pagi.
Serangan udara Israel menghantam daerah dekat Rumah Sakit Shifa dan Al-Quds di Gaza, dua rumah sakit terbesar di wilayah itu. Baku tembak antara milisi Hamas dan tentara Israel juga dilaporkan berlangsung semakin sengit di timur Khan Younis, selatan Gaza.
Militer Israel bahkan melayangkan perintah darurat agar warga Palestina segera angkat kaki ke selatan Gaza yang diperkirakan bakal menjadi target utama gempuran mereka.
Gempuran Israel yang makin membabi-buta ke Gaza ini pun semakin membuat kondisi warga di wilayah itu “sekarat”.
Beredar kabar di media sosial jika Kementerian Pendidikan di Gaza terpaksa menutup sekolah dan mengakhiri tahun ajaran sekolah lantaran sebagian besar pelajar tewas akibat gempuran Israel. Meski begitu, belum ada media internasional dan organisasi yang dapat memverifikasi laporan tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan “ketertiban sipi” semakin memburuk lantaran banyak warga membobol gudang dan mencuri makanan, obat-obatan, hingga kebutuhan pokok lainnya dari gudang PBB untuk bertahan hidup.
Sebab, selain menggempur via darat dan udara, Israel juga masih membatasi akses bantuan kemanusiaan untuk masuk ke Jalur Gaza. Akses internet, komunikasi, air, listrik, hingga makanan juga sempat terputus total.
Di Tepi Barat Palestina, sekitar 50 kendaraan militer Israel juga dilaporkan menyerbu Rumah Sakit Ibnu Sina di Jenin. Serbuan itu memicu bentrokan dengan warga sekitar hingga menewaskan satu orang dan melukai tiga orang lainnya.
Setelah upaya mengadopsi resolusi bersama gagal beberapa kali, Dewan Keamanan PBB berencana menggelar lagi rapat darurat pada Senin waktu New York.
Uni Emirat Arab, yang mengagas rapat darurat ini, berupaya meloloskan resolusi soal jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Jeda kemanusiaan merupakan desakan gencatan senjata antara Hamas dan Israel agar bantuan internasional bisa tersalurkan dengan aman ke warga di Gaza.
UEA adalah satu-satunya negara Arab yang saat ini menjadi anggota DK PBB.
Dikutip CNN, pertemuan darurat ini disepakati setelah 120 negara melakukan pemungutan suara untuk resolusi Majelis Umum PBB pada Jumat lalu.
Resolusi yang diperkenalkan oleh Yordania itu menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan berkelanjutan” di Gaza. Amerika Serikat adalah salah satu dari 14 negara yang menentang resolusi tersebut, dan 45 negara abstain.
Sejumlah sumber mengatakan rancangan teks resolusi DK PBB yang akan dirapatkan nanti menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” dan “jeda kemanusiaan” lebih lanjut.
Awal bulan ini, AS memveto rancangan resolusi di DK PBB yang menyerukan jeda kemanusiaan.
Demo dukung Palestina makin menggema di negara Barat
Demonstrasi mendukung Palestina terus merebak dan meluas di berbagai negara di dunia, termasuk negara Barat.
AP melaporkan puluhan ribu orang berkumpul di bawah hujan lebat di London pada Sabtu (21/10) untuk menuntut Israel menghentikan serangan di Jalur Gaza.
Warga London berkumpul di Marble Arch dekat Hyde Park sebelum akhirnya melakukan long march menuju distrik pemerintahan, Whitehall. Menurut kepolisian, demo yang berlangsung selama tiga jam itu diikuti “hingga 100 ribu” orang.
Para demonstran tersebut berdemo sambil mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan seruan “Hentikan pemboman Gaza”. Mereka juga mendesak Israel menyudahi blokade dan serangan udaranya.
Di Prancis, sejumlah demonstrasi juga merebak secara sporadis mulai dari Kota Rennes, Montpellier, Dijon, dan Lyon. Mereka menegaskan bahwa “Kami semua adalah orang Palestina” di alun-alun kota.
Di Kota Marseille, para pedemo juga berkumpul sambil mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan “Bebaskan Gaza”, meskipun protes seperti itu dilarang oleh polisi lokal.
Di Prancis, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin pada pekan lalu memberlakukan larangan nasional terhadap demo pro-Palestina. Ia beralasan ingin menghindari kekacauan publik. Setidaknya sembilan protes telah dilarang di Prancis sejak 7 Oktober lalu.
Demonstrasi menuntut gencatan senjata di Gaza dan dukungan terhadap Palestina berlangsung di seluruh penjuru AS selama akhir pekan.
Dikutip The Guardian, para pedemo bahkan menuntut AS menyetop dukungan politik dan finansial terhadap Israel.
Di New York, ribuan orang menduduki stasiun Grand Central pada jam sibuk sekitar Jumat malam untuk mendukung gencatan senjata di Gaza. Demo ini diorganisir oleh kelompok progresif Jewish Voices for Peace dan IfNotNow. (sumber: CNN)