Aksi saling serang antara pasukan Israel dan pejuang Hizbullah makin sengit. Memasuki hari ke-6,sepanjang Senin (17/7), pesawat-pesawat tempur Israel membombardir sejumlah posisi di Libanon. Serangan itu dibalas dengan tembakan sekitar 50 roket Hizbullah ke kota-kota di wilayah Israel.
Serangan Israel kemarin, menewaskan sekitar 40 warga sipil, sehingga sampai Senin malam, total jumlahkorban tewas warga Libanon mencapai lebih dari 200 orang.
Kemarahan warga Libanon atas serangan Israel yang tidak pandang bulu, makin menguat. Misil-misil yang dimuntahkan dari pesawat tempur Zionis, antara lain menghantam sebuah mini bis di kota Rmeileh, antara Beirut dan Saida, menewaskan dua orang. Laporan Reuters menyebutkan, minibus itu berisi warga sipil yang akan mengungsi menuju kota Beirut, ketika misil Israel menerjang.
Di kota Saida, tim penyelamat dari Palang Merah menemukan sembilan mayat warga sipil dalam sebuah gedung yang dihantam bom-bom Israel yang terjadi pada hari Minggu (16/7).
Dunia internasional meminta agar kedua pihak yang bertikai menahan diri. Bahkan PBB mengusulkan untuk membentuk pasukan intenasional guna memantau situasi di Libanon dan jika perlu dilakukan gencatan senjata di sepanjang perbatasan Libanon-Israel.
Namun Israel menyatakan akan terus melakukan serangan terhadap Hizbullah sampai kelompok itu berhenti menembakkan misilnya ke wilayah Israel dan membebaskan dua serdadu Israel yang ditawan.
Pada hari Minggu kemarin, Israel sudah mengingatkan warga sipil Libanon yang berada di wilayah selatan, untuk segera mengungsi karena pasukan Israel akan membombardir wilayah itu. Menyusul peringatan itu, banyak warga Libanon yang meninggalkan rumahnya, mereka mencari tempat aman di utara Beirut dan kota-kota lainnya.
Radio militer Israel, mengutip pernyataan seorang kepala staf pasukan Israel menyebutkan, pasukan Israel rencananya akan membuat ‘zona aman’ sejauh 1 kilo meter ke dalam wilayah Libanon untuk mengusir para pejuang Hizbullah dari perbatasan.
Menghadapi serangan bertubi-tubi dari Israel, Hizbullah terus melakukan perlawanan dengan menembakkan roket-roket Katyusha andalannya ke wilayah Israel, Senin (17/7). Sekitar 20 roket ditembakkan ke kota Haifa, kota ketiga terbesar di Israel, menghamtam sebuah gedung pemukiman dan melukai lima warga sipil.
Roket Katyusha jarak pendek, juga melukai enam warga di wilayah Galilee, sebelah Barat Israel. Roket-roket lainnya mendarat di sejumlah kota di utara Israel, termasuk kota Acre dan Tiberias, namun tidak menimbulkan korban jiwa dan luka-luka.
Sejauh ini, serangan Hizbullah sudah menewaskan 24 warga Israel, 12 di antaranya warga sipil.
Eksodus WNA
Situasi yang makin tidak aman akibat serangan gencar Israel, membuat ribuan warga negara asing beramai-ramai meninggalkan Libanon, Senin kemarin. Di antara mereka ada yang menggunakan jalur darat ke Suriah dan sebagian lainnya menunggu mendapatkan tempat di kapal-kapal AS dan Eropa.
Pihak berwenang di Suriah mengatakan, lebih dari 100 ribu orang, 3/4 di antaranya warga negara asing sudah melintasi perbatasan Suriah selama lima hari ini. AS sudah menerbangkan lebih dari 40 warga negaranya dengan menggunakan helikopter dan bersiap-siap untuk mengevakuasi ribuan lainnya dengan kapal laut. Kapal milik angkatan laut Italia, juga sudah membawa 366 warga negara asal Eropa yang akan diungsikan ke Ciprus.
"Saya senang bisa keluar, tapi di sisi lain Saya sangat sedih terhadap apa yang sudah dilakukan pada Libanon," kata Mona Demachkieh,27, asal Milan.
Warga negara asing asal Eropa berkumpul di sejumlah kedutaan besar di Beirut. Pada saat yang sama, Uni Eropa mendesak Israel untuk memberikan jaminan keselamatan bagi puluhan ribu warga asing asal Eropa yang ada di Libanon.
Untuk mengevakuasi warganya, Perancis menyewa sebuah ferry dan membawa mereka ke Ciprus. Kapal ferry itu dikawal oleh kapal pregat Perancis dan akan melakukan tiga kali perjalanan ke Beirut untuk menjemput warga negaranya. Untuk keperluan evakuasi, Perancis juga mengerahkan 800 pasukannya dan menyiagakan tujuh helikopternya.
"Jika kondisinya makin parah, kami akan pergi dan menemukan warga negara Perancis di manapun mereka berada," kata juru bicara kementerian pertahanan Perancis, Jean Francois Bureau di Paris.
Seorang warga negara Perancis, Fuad Jawad yang sudah menyelamatkan diri di kedutaan besar Perancis menangis ketika mendengar Israel membombardir wilayah pinggiran di selatan Beirut.
"Keluarga Saya masih berada di sana. Kami takut sesuatu terjadi pada mereka. Mereka sama sekali tidak menjawab telepon kami," kata Jawad, pelajar berusia 17 tahun.
Sementara itu, Muhammad Kubaisi, 40, seorang pengusaha yang memiliki paspor Perancis mengeluh, "Tak seorangpun peduli dengan nasib warga Arab. Memiliki kebangsaan Eropa seperti sebuah tiket keluar dari neraka menuju surga."
Untuk membantu para pengungsi, pemerintah Suriah sudah menginstruksikan akan mempermudah pemberian visa.
Upaya penyelamatan juga dilakukan pemerintah Kanada dengan menyewa enam kapal untuk keperluan evakuasi ke Ciprus. Pada hari Minggu kemarin, tujuh warga negara Kanada dilaporkan tewas, menjadi korban serangan barbar Israel.
Hal serupa juga dilakukan pemerintah Inggris, dengan mengerahkan helikopter dan kapal-kapal perangnya guna menyelamatkan sekitar 10 ribu warga Inggris di Libanon.
Negara Jerman, sejauh ini sudah mengevakuasi 200 warga negaranya, dan masih tersisa sekitar 500 orang lagi yang masih berada di Libanon.(ln/aljz)