Serangan pesawat udara Amerika ke dalam wilayah Syria, sejauh 8 mil, yang mengakibatkan tewasnya 8 orang penduduk sipil menyebabkan ketegangan baru di Timur Tengah. Alasan Amerika melakukan agresi militer ke dalam wilayah Syria adalah mengejar seorang tokoh al-Qaidah, Abu Ghadiyah, yang berasal dari Mosul, yang bersembunyi di dalam wilayah Syria.
Serangan militer Amerika itu, sebagaimana dikutip APF, merupakan serangan yang sukses, dan berhasil membunuh seorang tokoh pejuang asing, yang menyerang pasukan Amerika di Mosul.
Tindakan ini tak dapat diterima oleh pemerintah Syria, dan menuduh Amerika telah melakukan agresi ke dalam wilayah Syria. “Ini tindakan kriminal dan teroris”, ujar Menlu Syria, Waled Mualim.
Langkah-langkah agresi yang dilakukan Amerika ini, tentu akan merusak rencana perdamaian yang digagas oleh Uni Eropa, yang mencoba melakukan negosiasi dengan fihak Syria, yang terlibat langsung dalam konflik di Timur Tengah.
Menlu Syria, Waled Mualim,yang rencananya akan mengunjungi London, dan bertemu dengan mitranya, Menlu Inggris, David Miliband, dibatalkan, akibat serangan udara Amerika itu. Rencana kunjungan Mualim ke London, dan bertemu dengan Miliband, tak lain, mempersiapkan pembukaan hubungan Syria dengan Uni Eropa, termasuk mempersiapkan kunjungan Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy.
Rencananya, konferensi pers bersama, yang dijadwalkan oleh kantor Miliband, bahkan rencananya konferensi itu akan diadakan di Buckingham. Tapi, semuanya menjadi berantakan, dan Mualim membatalkan semua rencana itu. “Tak ada hubungan dengan Eropa,secara efektif”, tegas Mualim. Kejengkelan Mualim, tak lain, Inggris selama ini, adalah sekutu Amerika. Gagasan pertemuan dengan Negara Uni Eropa, tak lain, adalah memecahkan kebuntuan atas situasi di Palestina, yang belakangan ini, Turki telah mengambil peranannya, mempertemukan fihak-fihak yang bersengketa, termasuk Syria dengan Israel.
Mualim menegaskan tindakan Amerika yang membanta 8 penduduk sipil, sebuah tindakan ‘agresi terorit’, tegasnya. Selanjutnya, ia menegaskan Syria mampu melindungi perbatasannya sendiri, tanpa bantuan siapapun, tambahnya. Kemarahan Menlu Syria, membuyarkan seluruh usaha,yang sedang diupayakan Turki, yang ingin memecahkan konflik yang terus berkembang di kawasan Timur Tengah, khususnya, negara-negara garis depan (front line) dengan Israel, termasuk Syria, yang selama ini terlibat konflik. “Kami tidak menginginkan adanya pendekatan kembali antara Inggris dan Perancis terhadap Syria, setelah serangan udara yang dilakukan Amerika”, tambah Mualim.
Semua berantakan gara-gara informasi dari intelejen Amerika, CIA, yang menyebutkan tokoh al-Qaidah, Abu Ghadiya, kemudian Amerika menjadikan target wilayah pedesaan Syria sebagai target serangan udara, yang menewaskan 8 penduduk sipil. “Kami yakin Abu Ghadiya berada di situ”, kata juru bicara Gedung Putih, Dana Perino. Mungkin laporan CIA itu bohong, yang tujuannya hanya ingin merusak langkah-langkah yang akan dilakukan Uni Eropa mendekati Syria. (mh/bbc)