Seorang pemimpin agama Kristen, Kardinal Walter Kasper mengatakan, "Ini bukanlah saat yang tepat untuk Uni Eropa memasukkan Turki sebagai salah satu negara anggota." Kardinal Kasper dari Lembaga Persatuan Umat Kristen Eropa, mengungkapkan hal tersebut terkait dengan terbunuhnya seorang pendeta Katholik di Turki, Juli lalu.
Pendeta Katolik bernama Pierre Brunisse terbunuh setelah ditusuk seorang warga Turki di Pelabuhan Samsun. Penyelidikan yang dilakukan menemukan fakta, sebenarnya penusuk adalah seorang yang sedikit kurang waras atau tidak normal mentalnya. Tapi karena Pierre Brunissen adalah seorang pendeta yang menduduki urutan ketiga pimpinan Katolik di Turki, maka kasus ini akhirnya berdampak juga secara politis dan menghambat cita-cita Turki untuk menggabungkan negaranya ke dalam negara-negara Eropa.
"Islam fundamentalis sedang berkembang saat ini di Turki dan besar kemungkinan mengancam keberadaan warga asing yang berada di Turki," ujar Kardinal Kasper pada sebuah harian Italia, Corriere della Sera. Pernyataan sang kardinal ini terasa memojokkan Turki, pasalnya, kasus-kasus kriminal, apalagi yang dilakukan oleh penderita gangguan jiwa seharusnya tak berimbas pada proses politik, khususnya perjalanan Turki menjadi bagian dari Eropa.
Tapi tampaknya, karena Turki dipandang sebagai negeri Muslim, tokoh-tokoh Kristen bersepakat menjadikan kasus ini sebagai poin kritis untuk menyerang Turki. Uskup Turki, Luigi Padovesse malah menambah komentar yang panas bahwa Turki saat ini sudah tak lagi aman bagi warga Katolik. "Saya merasakan, diseluruh penjuru Turki, bukan wilayah aman saat ini," ujar sang Uskup pada harian La Republica.
Tampaknya, Eropa masih sangat takut dan gentar jika sisa-sisa kekuatan Islam di Turki, khususnya yang tersisa dari Khilafah Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 akan bangkit kembali. Khususnya para pemimpin agama di Eropa memandang hal ini sebagai hal yang sangat serius. Sampai Paus Benediktus XVI merasa perlu menjadwalkan kunjungan ke Turki bulan November nanti. (na/str)