Beberapa pekan terakhir serangan perlawanan Irak kian intensif. Sejumlah daerah di distrik Al-Anbar, sisi Barat Irak, berulangkali terjadi kontak senjata sengit antara perlawanan Irak dan pasukan agresor AS. Dan, serangan-serangan perlawanan Irak tersebut diakui telah memberi banyak kerugian di pihak AS sebagaimana disebutkan dalam sejumlah keterangan resmi militer AS. Diduga, meningkatnya serangan itu punya kaitan erat dengan tensi perjuangan yang tengah tinggi di kalangan pejuang Palestina dan Libanon, yang kini tengah menghadapi gempuran ‘gila’ Zionis Israel.
Dalam dua hari lalu misalnya, militer AS di Irak mengaku telah kehilangan 8 orang pasukannya dalam kontak senjata di distrik Al-Anbar menghadapi pasukan perlawanan Irak. Sementara sebelumnya, 4 orang marinir AS juga dikabarkan tewas dalam peperangan yang terjadi hari Kamis (27/7). Dalam serangkaian serangan tersebut, jubir pasukan agresor di Irak asal Inggris mengatakan seorang pasukannya tewas pada hari Selasa (1/8) akibat serangan mortir yang diarahkan ke base camp pasukan di kota Bashrah, Selatan Irak.
Para pengamat memandang intensitas serangan ini, baru kali ini terjadi sejak lebih dari 3 tahun lewat. Dan dari hari ke hari, intensitas serangan perlawanan itu kian meningkat. Yusuf Adailami, kepala kepolisian Al-Anbar mengatakan pada Quds Pers, “Aksi bersenjata perlawanan Irak dalam beberapa pekan terakhir meningkat. Sejak dimulainya agresi Israel di Libanon Selatan, perlawanan Irak khususnya di distrik Al-Anbar semakin bersemangat. Ada puluhan aksi serangan terhadap tentara AS setiap hari di distrik ini. Kami sendiri mengalami lebih dari 20 aksi serangan setiap hari di wilayah Barat, yang wilayahnya termasuk distrik Al-Anbar dan sejumlah kota tinggi di tepian Furat.”
Jadi, tambah Dulaimi, dalam satu hari bisa tercatat lebih dari 50 aksi serangan di Al-Anbar saja, ditambah berbagai serangan yang tidak sempat terdata.
Perlawanan Irak dalam publikasikan di situs internet dan selebaran yang dibagikan di sejumlah masjid menyebutkan, mereka berhasil memberi kerugian telak dengan menewaskan sejumlah pasukan AS dan menghancurkan berbagai peralatan militer mereka.
Sebuah keterangan yang disebarkan di kota Arramady di distrik Al-Anbar menyebutkan, pasukan perlawanan telah berhasil menghancurkan 50 mobil militer AS sepanjang bulan Juli. Peralatan militer itu disebut milik marinir AS, dan mayoritas pasukan yang ada di dalamnya telah tewas atau terluka.
Sementara itu, pemimpin Syiah Irak Muqtada Shadr, dalam jumpa persnya di kota Nejef hari Senin lalu menegaskan rakyat Irak akan mendukung Libanon dan tidak akan berdiam diri melihat serangan Israel.
“Kami seluruh rakyat Irak menyampaikan bela sungkawa terhadap apa yang terjadi di Libanon akibat serangan Zionis Israel yang membunuh anak-anak kami, kaum wanita kami, dan pemuda kami, yang merupakan bagian dari masyarakat sipil bangsa Libanon. Kami menuntut gencatan senjata segera tanpa syarat,” ujar Muqtadha Shadr. Sejumlah pengamat memandang pernyataan Ash Shadr merupakan ancaman terhadap pasukan agresor AS di Irak, mengingat AS adalah mitra Israel yang mendukung pembantaian yang terjadi di Libanon.
Seorang pejuang perlawanan Irak di Al-Anbar mengatakan, “AS menyembunyikan kerugian besar yang mereka alami, terutama di beberapa hari belakangan.”
Pejuang yang merupakan anggota kelompok pejuang Al-Fatihin di Al-Anbar itu menambahkan bahwa perlawanan kini memang berhasil memberi kerugian manusia yang besar di pihak agresor AS. “Kami tidak bicara kerugian materil, tapi itu sangat besar sekali, Alhamdulillah. Kami tidak bicara di sini tentang puluhan pasukan mereka yang terbunuh setiap hari di tangan pejuang, tapi yang mereka umumkan itu hanya sebagian kecilnya saja,” ujarnya. (na-str/iol)