Sektor Pertanian Turunkan Jumlah Penduduk Miskin

“Produk Domestik Bruto (PDB) sector pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan, yaitu sekitar 4,41%. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini kontribusi sekotr pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, oleh karenanya sector pertanian menjadi sector yang sangat strategis”, demikian disampaikan sekretaris menteri pertanian Dr.Abdul Munif dalam acara Seminar on Agricultural Sciences (SAS-2009) di Tokyo Jepang Minggu (22/02/08). Menurutnya Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, namun rakyat Indonesia belum bisa menikmati kekayaan itu karena memang masih banyak persoalan yang harus dibenahi.

Munif berpendapat bahwa saat ini Indonesia sudah bisa mulai merubah paradigm pertanian kita, dari berfokus pada daya tahan menuju focus pada daya saing. Karena selama ini Negara-negara yang mampu memberikan nilai tambah terhadap hasil pertanianlah yang lebih banyak mengambil untung. Dia mencontohkan kalau ke Jerman banyak orang Indonesia membeli coklat, padahal bahan dasar coklat tersebut diambil dari Sulawesi, karena memang di Jerman sama sekali tidak ada pohon coklat. Demikian juga Itali terkenal dengan kopinya, padahal Itali bukanlah Negara penghasil kopi. Namun demikian banyak sekali kopi Indonesia yang dikoleksi di Itali.

Meskipun saat ini Indonesia sudah mencapai surplus besar, namun menurut pembicara kedua, Edi Santosa petani kita masih punya masalah besar terhadap benih dan pupuk. “saat ini perbenihan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, bahkan perusahaan pupuk dalam negeri akan dijual ke asing, tentu hal ini akan menyulitkan petani untuk mendapatkan benih dan pupuk dengan harga yang terjangkau”, demikian dikatakan Edi yang juga visiting professor di University of Tokyo ini. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan masalah perbenihan dan pupuk ini, karena keduanya adalah bahan baku yang menjadi inti dari pertanian selain air. “jangan sampai yang murah hanya tenaga petani dan matahari, karena air, pupuk dan benih dikuasai asing”, ujar Edi.

Seminar yang dihadir oleh para akedemisi dan pengambil kebijakan di bidang pertanian ini diselenggarakan oleh Indonesia Agricultural Sciences Association (IASA) Pusat bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang dan Tokyo University of Agriculture. Menurut ketua panitia, Nasrul Pradana, acara ini mengambil tema “Menggali dan Mengembangkan Potensi Sumber Daya Nasional Menuju Swasembada Pangan dan Kelestarian Lingkungan yang Bekelanjutan”. Tema berkelanjutan diambil karena memang saat ini Indonesia sudah berhasil swasembada beras, namun pertanyaannya apakah hal tersebut bisa berkelanjutan.

Seminar tahunan kali ini mengambil format yang berbeda. Karena pada tahun ini tidak hanya mengundang pembicara dari pengambil kebijakan dan akademisi, tapi juga mempresentasikan hasil-hasil penelitian mahasiswa Indonesia yang telah menyelsaikan kuliah di Jepang, baik program master maupun doctor. Menurut Ketua Umum IASA, Subejo, perubahan ini sengaja dilakukan dengan tujuan agar hasil-hasil penelitian yang sangat berharga tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh orang Jepang. “justru karena hasil penelitian tersebut tentang Indonesia, maka seharusnya bangsa kita lah yang lebih dulu memanfaatkan hasil peletian itu”, demikian ujar Subejo yang juga dosen Universitas Gadjah Mada ini. (Mukhamad Najib, Tokyo Jepang)