Sekolah-sekolah Islam di Pakistan kembali menjadi menjadi sasaran kecurigaan menyusul klaim pemerintah Inggris berhasil menggagalkan rencana peledakan sejumlah pesawat komersialnya yang menuju ke AS, hari Kamis (10/8) kemarin.
Terkait peristiwa itu aparat keamanan di Inggris telah menangkap 24 orang tersangka. Media massa Inggris menulis bahwa para tersangka itu kebanyakan warga Inggris keturunan Pakistan.
Pihak berwenang di Pakistan yang mengklaim ikut berperan menggagalkan rencana aksi terorisme di Inggris, ikut melakukan perburuan terhadap orang-orang yang dicurigai terlibat dalam rencana aksi tersebut. Para tersangka yang berhasil ditangkap dituding pernah belajar di sekolah-sekolah Islam.
"Ini merupakan propaganda yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa siapa saja yang datang ke madrasah karena ingin belajar jadi teroris," ujar Muhammad Sarfraz Naimi, pengelola madrasah Jamia Naeemia di kota Lahore.
"Kami punya siswa dari Inggris, Eropa, Amerika dan mereka datang kesini untuk belajar, yang merupakan hak asasi setiap manusia. Sekarang, mereka semua ditolak.
Naimi mengungkapkan, sekolah-sekolah Islam mengajarkan perdamaian dan mendidik para siswanya untuk hidup sesuai ajaran Islam.
"Islam mengajarkan perdamaian. Mengapa orang-orang Islam dipenjarakan padahal mereka tidak melakukan kesalahan apapun," imbuh Naimi.
Sekolah Islam yang dikelola Naimi, saat ini memiliki sekitar 1.700 siswa. Selain belajar Islam, para siswanya juga diberikan pendidikan ilmu pengetahuan lain seperti bahasa Inggris, Matematika dan komputer.
"Ayah saya menginginkan saya jadi imam dan bisa bekerja di masjid," kata Umar Ali, 14, seorang siswa di sekolah Islam.
Lebih lanjut Naimi mengatakan, problem sebenarnya bukan berada di Pakistan tapi di AS dan Inggris sendiri. Ia menilai kebijakan luar negeri kedua negara itu telah memicu munculnya ekstrimisme.
"Yang melakukan serangan adalah warga Muslim yang lahir dan besar di sana," tandas Naimi seraya mengkritik Musharraf yang terlalu tunduk dengan Inggris dan AS.
Jumlah Siswa Asing Turun Drastis
Hal serupa pernah terjadi pascaperistiwa bom London, 7 Juli 2005 lalu yang salah seorang pelakunya diduga, Shehzad Tanweer, pernah sekolah di sebuah madrasah dekat kota Lahore. Pada saat itu, Presiden Pakistan Pervez Musharraf memerintahkan agar siswa asing yang belajar di sekolah sekolah Islam di Pakistan dipulangkan ke negara asalnya.
Sebelum itu, sejak peristiwa 11 September, pemerintah Pakistan juga sudah memperketat pemberian visa, yang menyebabkan jumlah siswa asing yang sekolah di sekolah-sekolah Islam di Pakistan menurun drastis.
Saat ini ada sekitar 12.000 sekolah Islam di Pakistan. Sejumlah sekolah bahkan memberikan pendidikan gratis bagi sekitar satu juta anak-anak Pakistan, terutama yang tinggal di daerah pedalaman dan tidak mendapat akses pendidikan dari pemerintah.
Terkait dengan gagalnya rencana aksi terorisme di Inggris Kamis kemarin, pemerintah Pakistan sudah menangkap tujuh orang tersangka. Salah satunya, bernama Rashid Rauf, diduga sebagai pemimpin jaringan tersebut.
Rauf yang berkewarganeraan Ingggris, sudah cukup lama berada di Lahore sebelum tertangkap. Begitu juga dengan lima tersangka lainnya.
Duta besar Pakistan untuk PBB, Munir Akram pernah bahwa saat ini Inggris telah menjadi ‘tempat persemaian para teroris dan pelaku bom bunuh diri’ dan di sana terdapat sejumlah da’i da’i yang radikal.
Sementara Inggris menolak bahwa kebijakan luar negerinya ikut mempengaruhi tindakan terorisme, hasil penyelidikan kantor dalam negeri negara itu menunjukkan indikasi bahwa kebijakan luar negeri Inggris memotivasi para pelaku aksi pemboman. Terutama sejak Inggris memutuskan untuk mendukung invasi AS ke Irak. (ln/iol)