Sekolah-Sekolah Islam di Libanon, Ajarkan Konsep “Perlawanan” Sejak Usia Dini

Zainab Asfur sedang berdiri di depan siswa-siswinya di sebuah taman kanak-kanak di daerah pinggiran di selatan Beirut, Libanon. Ia bertanya pada murid-muridnya, "Siapakah pahlawan-pahlawanmu?" Anak-anak itu serentak menjawab, "Mereka yang melakukan perlawanan!"

Begitulah, sejak usia dini, siswa-siswi di sekolah-sekolah di kawasan pinggiran itu, sudah diajarkan tentang "perlawanan heroik" para pejuang Hizbullah melawan Israel beberapa waktu lalu.

Tahun ajaran baru kali bagi para pelajar di Libanon, dibayang-bayangi dengan kematian lebih dari 1.200 orang-sepertiganya adalah anak-anak- selama perang 34 hari antara Hizbullah dan Israel. Perang itu juga telah menghancurkan jalan-jalan, rumah dan sekolah-sekolah mereka.

Seperti di sekolah-sekolah umum yang memberikan pelajaran agama, banyak sekolah-sekolah swasta-entah itu yang dikelola oleh institusi Kristen atau Islam-kini lebih banyak memberikan jam pelajaran agama dalam kurikulumnya.

Asfur mengajarkan siswa-siswi taman kanak-kanaknya tentang Al-Quran, Islam dan perlawanan terhadap Israel. Ia adalah anggota dari Asosiasi Al-Quran Al-Qarim, sebuah lembaga yang menyediakan tenaga instruktur atau pengajar Al-Quran di sekolah-sekolah.

"Mengajar anak-anak kecil adalah bagian dari program al-Hajja Umm Muslim untuk anak-anak usia antara empat sampai lima tahun, mereka diajarkan tentang kitab suci Al-Quran dan kisah-kisah dalam Islam," ujar Asfur.

"Saya mengajar mereka setiap hari Senin selama 20 menit, selanjutnya guru-guru mereka melanjutkannya selama satu minggu hari sekolah. Tujuannya adalah memberikan latar belakang keIslaman yang kuat bagi anak-anak, berdasarkan Al-Quran.

Tak jauh dari kelas taman kanak-kanak, Ramzia sedang mengajar anak-anak cara membaca ayat-ayat Al-Quran.

Di dinding-dinding kelas, dipasang tulisan-tulisan warna-warna antara lain bertuliskan "Martir" "Perlawanan" dan "Kejahatan terorisme dan rasisme Israel" dalam bahasa Perancis, bahasa asing lainnya selain bahasa Arab dan Inggris, yang diajarkan pada sekitar 1.200 pelajar di sekolah Mujtaba, sekolah yang dikelola oleh lembaga sosial al-Marabat, milik tokoh Syiah Ayatullah Muhammad Hussein Fadlallah. Lembaga ini banyak mengelola sekolah-sekolah dan yayasan yatim piatu di seluruh Libanon.

Di sekolah Imam al-Riza, terpampang foto Sayed Hasan Nasrallah, pemimpin Hizbullah Libanon. "Para pahlawan Islam sekuat gunung-gunung di Libanon", begitu bunyi slogan yang tertulis di poster itu.

Kepala sekolah Imam al-Riza, Haitham Amhaz mengatakan, pengajaran Al-Quran bagi para siswanya disambut positif oleh para orangtua siswa, bahkan oleh mereka yang tidak terlalu taat menjalankan ajaran Islam.

"Bagi banyak keluarga, pelajaran agama Islam adalah perlindungan yang paling baik bagi anak-anak mereka untuk menghadapi godaan berat dalam kehidupan di masyarakat," kata Amhaz.

Haji Abdul Khalil, tokoh senior Asosiasi Al-Quran Al-Karim mengatakan, "mengajarkan agama Islam dan Qur’an adalah satu-satunya jaminan untuk melindungi masyarakat kita."

Ia mengeluhkan pengaruh buruk yang disebarkan melalui internet dan saluran televisi kabel-kebanyakan dari Barat-dan mengecam kampanye yang mendistorsikan Islam dengan memberikan gambaran bahwa orang Islam adalah teroris.

"Islam adalah agama yang penuh maaf dan tolernasi. Banyak orang yang melakukan tindakan yang salah dengan mengatasnamakan Islam," ujar Khalil. Lembaganya juga menyediakan guru-guru agama Islam di sekolah-sekolah non Islam di Libanon, setelah mendapat persetujuan dari sekolah bersangutan. (ln/AFP)