“Pembongkaran bangunan itu adalah peristiwa bersejarah,” kata seorang pengelola sekolah, Kalladka Prabhakar Bhat, kepada wartawan BBC Hindi, Imran Qureshi.
Video itu menyebar dengan cepat secara online setelah dicuitkan oleh Lavanya Ballal, seorang anggota partai oposisi utama Kongres.
Reka ulang itu terjadi pada Minggu (15/12) dalam acara olahraga dan pagelaran budaya tahunan di SMA Sri Rama Vidyakendra – sebuah sekolah swasta – di kota selatan Mangalore.
Sadanand Gowda, seorang menteri dari Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa dan Kiran Bedi, seorang pensiunan polisi wanita yang menjadi wakil gubernur, adalah tamu utama di acara tersebut.
Polisi telah menerima laporan terhadap lima pejabat sekolah termasuk Bhat yang diajukan penduduk setempat.
Dalam video tersebut, narator terdengar tengah menjelaskan antusiasme siswanya yang melakukan pembongkaran.
“Mereka mulai menghancurkan bangunan itu dengan apa saja yang bisa mereka dapatkan,” kata narator.
Anak-anak kemudian terlihat menurunkan poster, dan mereka bersorak dan melompat.
Bhat mengatakan pembelaannya, dengan mengatakan sekolah selalu memilih kejadian besar untuk diperagakan setiap tahun.
Dia mengatakan para siswa pernah memeragakan misi India ke bulan.
“Tidak ada hal yang dilakukan untuk menyinggung para Muslim. Bahkan tidak perlu membicarakannya. Peragaan itu hanya menunjukkan pembongkaran,” tambahnya.
Bhat adalah anggota nasionalis Hindu Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS).
Ia juga pemimpin yang berpengaruh di distrik pesisir Karnataka, sebuah daerah yang dianggap kubu sayap kanan Hindu.
Dia mengatakan dengan melakukan kembali pembongkaran “anak-anak akan belajar bagaimana hidup untuk negara. Itu juga akan menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka harus mengalahkan penghinaan terhadap bangsa. Itu bukan sesuatu yang anti-Muslim”.
Namun insiden itu menuai kritik tajam. Sosiolog dan komentator Shiv Vishwanathan menyebut peragaan itu `tidak pantas`.
“Itu mempengaruhi anak-anak yang tidak bersalah,” katanya.
“Ketika anak-anak melihat fenomena massa, sebagiannya akan diinternalisasi sebagai kebenaran. Penghasutan menjadi demografi. Pendidikan digunakan sebagai propaganda dan membahayakan kepolosan anak.”
Dia menambahkan dia merasa heran bagaimana “saat ini orang-orang memandang peristiwa seperti itu, yang menunjukkan penghinaan total terhadap prinsip demokrasi atau pluralisme atau sejarah sebagai hal normal.”
Massa Hindu merobohkan Masjid Babri dari abad ke-16 pada 1992. Peristiwa itu kemudian memicu kerusuhan yang menewaskan hampir 2.000 orang.
Situs itu, yang terletak di kota Ayodhya di negara bagian Uttar Pradesh, telah menjadi sengketa sejak 1949.
Umat Muslim mengatakan mereka telah beribadah di sana selama beberapa generasi, tapi banyak umat Hindu yang percaya itu adalah tempat kelahiran dewa yang dihormati, Dewa Ram.
Sengketa diputuskan bulan lalu oleh Mahkamah Agung India yang memutuskan situs Ayodhya harus diberikan kepada umat Hindu yang menginginkan sebuah kuil dibangun di sana.
Pengadilan mengatakan umat Muslim akan mendapatkan sebidang tanah lagi untuk membangun masjid. [vn]