Sejumlah Negara Arab Alami Krisis Harga Pangan

Harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari yang terus merangkak naik di sejumlah negara-negara Arab, kalangan rakyat miskin di negara-negara itu menjerit. Terutama masyarakat negara Arab yang bukan penghasil minyak.

"Tak ada yang murah lagi sekarang, " keluh Jihad al-Amin pemilik usaha binatu di Damaskus, ibukota Suriah.

Di negara itu, harga-harga makanan naik sebesar 20 persen, selama enam bulan terakhir. Sementara di Yaman, negara paling miskin di jazirah Arab, harga gandum naik dua kali lipat sejak Februari lalu, harga beras dan minyak nabati naik 20 persen dalam dua bulan belakangan ini.

Direktur Mainspring- perusahaan supplier makanan dan minuman di Libanon-Pierre Zoghbi mengatakan, harga barang-barang impor termasuk produk olahan peternakan, sudah naik sebesar 145 persen sejak akhir tahun 2007. "Kondisi ini luar biasa sekaligus menakutkan, " kata Zoghbi.

Nidal Makhloof, seorang pedagang di kota Ramallah, Tepi Barat mengungkapkan bahwa para pelanggannya kini hanya membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan.

Menurut World Food Program (WFP) yang memberikan bantuan makanan pada sekitar empat juta orang di Mesir, Irak, Suriah, Yaman dan wilayah Palestina yang diduduki Israel, kenaikan harga-harga kebutuhan primer sedang menjadi persoalan global saat ini.

"Kebanyakan karena kenaikan harga minyak, meningkatnya permintaan dari negara-negara berkembang dan dalam beberapa hal telah menimbulkan dampak bagi industri biofuel, menurunnya persediaan bahan pangan dengan cepat dan kenaikan tajam harga-harga barang, " kata juru bicara WFP, Robin Lodge.

Negara-negara Barat pun, kata WHO, banyak yang mulai mengubah bahan-bahan makanan menjadi bahan bakar, yang disebut biofuel. Robin Lodge mengkhawatirkan dampak kenaikan harga-harga bahan pangan pada stabilitas keamanan Timur Tengah.

"Karena Timur Tengah adalah wilayah yang sensitif, kita harus lebih ketat melakukan pemantauan, " kata Lodge.

Kerawanan Sosial

Negara-negara produsen minyak di kawasan Teluk sebenarnya juga ikut merasakan beratnya dampak kenaikan harga bahan-bahan makanan. Untuk mengantisipasinya, negara-negara itu sudah melakukan berbagai upaya, mulai dari menaikkan gaji para pekerja, mengurangi pajak impor makanan seperti impor daging beku, produk olahan hasil peternakan, minyak nabati sampai bahan-bahan bangunan.

Namun, kenaikan harga-harga yang tak terkendali tetap menjadi ancaman karena beresiko memicu kerawanan sosial, terutama di negara-negara bukan produsen minyak.

Profesor bidang ekonomi di Universitas Notre Dame, Libanon, Louis Hobeika mengatakan dampak dari kenaikan harga-harga adalah, orang miskin makin miskin dan kerawanan sosial. Dan situasi ini sudah mulai terlihat di negara Mesir, yang mulai diguncang aksi-aksi protes dan keresahan di kalangan buruh karena lebih dari 14 juta warga Mesir kini hidup dengan penghasilan kurang dari satu dollar per-hari.

Untuk memenuhi kebutuhan pangannya, Negeri Piramida ini sudah menyatakan melarang ekspor beras sejak April sampai Oktober mendatang, agar harga beras di dalam negeri murah.

Pemerintah Suriah dan Yaman, memperketat anggaran untuk memberikan subsidi yang lebih besar bagi kebutuhan vital rakyatnya. Sedangkan Yordania berjanji akan meningkatkan upah sektor publik dan meningkatkan jaring pengaman sosial. (ln/iol)