Sebagai contoh, dapat dikutipkan disini syarat-syarat persetujuan sebagaimana ditetapkan pada waktu penyerahan kota Jerusalem kepada khalifah Umar bin Khattab:
“Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih. Inilah persetujuaan keamanan, yang oleh Umar, hamba Allah, Amirul Mukminin, diberikan kepada penduduk Elia (Palestina). Dia memberikan kepada semua, yang sakit atau yang sehat, jaminan keamanan bagi jiwa, harta, gereja, salib, dan semua hal yang berhubungan dengan agama mereka. Gereja tidak akan dirubah menjadi tempat kediaman, tidak akan dirusak, tidak juga mereka atau perlengkapan mereka akan dikurangi dengan cara apapun, begitu juga salib-salib atau harta milik mereka tidak akan diganggu, tidak akan ada paksaan bagi mereka mengenai soal-soal yang berhubungan dengan keyakinan mereka, dan tidak seorangpun diantara mereka akan dianiaya.”
Sumbangan wajib mereka ditetapkan lima dinar bagi mereka yang kaya, empat dinar bagi yang menengah dan tiga dinar bagi rakyat biasa. Bersama sama dengan Patriarch, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci dan diriwayatkan ketika mereka berada dalam gereja Resurection, sedang bertepatan dengan waktu sholat, Patriarch mempersilahkan Khalifah untuk menunaikan sholatnya ditempat itu tetapi oleh Umar ditolak dengan lemah lembut, seraya mengatakan apabila beliau melakukan hal tersebut, maka dikhawatirkan kelak umatnya akan menganggap gereja itu sebagai tempat sholat bagi kaum muslimin dan menjadikannya masjid.
Sikap dan tindakan harmonis seperti itu juga diperlihatkan Umar terhadap penduduk yang beragama lain dalam urusan-urusan lainnya, seperti dituliskan dalam sejarah bahwa Umar pernah memerintahkan agar menyumbang uang dan makanan dari baitul mal untuk para penderita sakit lepra dari orang-orang Kristen. Bahkan dalam wasiatnya yang terakhir dimana beliau menunjuk penggantinya sebagai Khalifah, beliau menyinggung masalah Dzimmi (penduduk non-Islam yang tunduk) ini sebagai berikut: “Amatlah kuharapkan agar dia (Khalifah Baru) memperhatikan urusan kaum dzimmi ini, agar mereka itu tetap menikmati perlindungan Tuhan dan Rasulullah, pula agar dia (Khalifah Baru) menepati perjanjian dengan mereka, dan janganlah memberati mereka dengan beban-beban yang tak dapat mereka pikul.”
Demikianlah sejarah mencatat… kedamaian dan kehidupan penuh toleransi di bawah naungan Khilafah Islam.(kl/pi)