Melihat kejadian ini, ada makna sejarah di balik surah Ali Imran ayat 103. Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Baidhawi disebutkan, pada zaman jahiliyah sebelum Islam, ada dua suku yaitu Suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan selama 120 tahun. Permusuhan kedua suku ini berakhir setelah Nabi Muhammad SAW berdakwah kepada mereka.
Pada akhirnya Suku Aus: yaitu kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan dengan damai. Sampai suatu saat Syas Ibn Qais, seorang Yahudi melihat Suku Aus dan Khazraj duduk berdampingan sehingga Qais merasa iri dengan kedamaian mereka. Lalu ia menyuruh pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi diantara mereka lalu masing-masing suku terpancing dan saling caci maki.
Rasulullah SAW pun kembali menasihati mereka dengan kata-kata: Apakah kalian termakan fitnah jahiliyah, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan Jahiliyah?
Setelah mendengar nasihat Rasul, mereka sadar dan saling berpelukan. Peristiwa ini mengingatkan kita untuk tidak terpecah belah, terutama sesama kaum Muslim.
Sedangkan Menurut keterangan dari Al-Zamakhsyari (467-538 H) dalam Tafsir Al-Kasysyaf (1998: Vol. 1, 601) ayat ini menjelaskan sebuah larangan untuk bercerai-berai seperti zaman jahiliyah dulu yang saling bermusuhan satu sama lain hingga terjadi peperangan di antara mereka. Ayat dari surah al-Imran ayat 103 juga melarang untuk mengucapkan kata-kata yang menimbulkan konflik dan perpecahan. [dt]