Sejak Invasi AS ke Irak, Aksi-Aksi Terorisme Justeru Meningkat Tajam

Invasi AS beserta pasukan koalisinya ke Irak, ternyata meningkatkan angka serangan teroris di seluruh dunia sebanyak tujuh kali lipat. Fakta itu terungkap dari hasil studi tentang "efek Irak" yang dilakukan Pusat Hukum dan Keamanan, Yayasan Universitas New York dan dimuat dalam situs resmi mereka.

Hasil studi antara lain menyebutkan, "Tingkat serangn teroris yang fatal diseluruh dunia oleh kelompok-kelompok jihad dan jumlah orang yang terbunuh akibat serangan itu, meningkat secara dramatis setelah invasi AS ke Irak. "

Konflik di Irak, menurut temuan lembaga itu, juga telah menyebabkan pesatnya penyebaran virus ideologi al-Qaidah, yang ditunjukkan dengan meningkatnya aksi-aksi serangan teroris dalam tiga tahun belakangan ini, mulai dari kota London sampai Kabul dan dari Madrid sampai Laut Merah.

Sebelum invasi, jumlah korban tewas akibat serangn teroris sekitar 729 orang dari seluruh dunia. Setelah invasi, jumlahnya meningkat tajam menjadi 5. 420 orang. Secara global, ada kenaikan sampai 607 persen dari rata-rata korban peristiwa serangan yang terjadi selama satu tahun.

Di Afghanistan misalnya, setelah invasi di Irak, dilaporkan ada 802 kali serangan. Belakangan, aksi-aksi bom bunuh diri juga meningkat tajam. Padahal pada masa perang Afghanistan melawan Rusia yang berlangsung 10 tahun, aksi-aksi bom bunuh diri tidak pernah terjadi.

Seorang komandan Taliban, Mullah Dadullah membenarkan bahwa perang Irak sudah mempengaruhi perjuangan di Afghanistan.

Sepanjang tahun 2006 kemarin merupakan tahun-tahun berdarah di Aghanistan, sejak pasukan koalisi AS menumbangkan pemerintahan Taliban yang menimbulkan korban jiwa hingga empat ribu orang.

Lebih lanjut dari studi tersebut terungkap, setelah invasi Irak, aksi kekerasan meningkat 35 persen dan 12 persen di antaranya merupakan serangan-serangan yang fatal dan mematikan. Studi itu mencontohkan, aksi kekerasan di Chechnya telah menimbulkan korban jiwa dari 234 menjadi 497 orang, di Kashmir dari 182 menjadi 489 orang. Begitu juga dengan Eropa yang jumlah korban terorismenya bisa dibilang nol, ternyata setelah invasi Irak, jumlah korbannya mencapai 297 orang.

Penyebab meningkatnya jumlah serangan itu cukup beragam, antara lain karena negara bersangkutan ikut mengirimkan pasukan ke Irak, kedekatan geografis dengan wilayah Irak dan rasa empati terhadap rakyat Irak.

"Ini bisa menjelaskan, mengapa kelompok-kelompok jihad di Eropa, negara-negara Arab dan Afghanistan lebih merasakan pengaruh perang di Irak dibandingkan dengan wilayah lainnya, " demikian bagian dari isi studi tersebut.

Fakta-fakta yang terungkap dari studi ini, jauh berbeda dengan klaim Presiden AS George W. Bush yang mengatakan bahwa perang di Irak bertujuan untuk mencabut akar bahaya terorisme di seluruh dunia. Bush juga mengatakan, jika AS tidak memerangi musuh-musuhnya di Irak, kelompok-kelompok militan akan merencanakan serangan dan membunuh orang-orang Amerika baik yang ada di dalam maupun di luar AS.

Padahal dari hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa invasi AS ke Irak menyebabkan naiknya tingkat serangan terhadap kepentingan-kepentingan dan warga Barat sampai 25 persen. (ln/iol)