Saudi Kaji Pendirian Rumah Sakit Khusus Perempuan

Juru bicara kementerian kesehatan Arab Saudi Dr. Khalid Mirghalani menyatakan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan pendirian rumah sakit khusus peremuan. Menurutnya, pertimbangan itu tidak ada kaitannya dengan usul Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Al-Asyeikh.

Syaikh Abdul Aziz sebelumnya memang mengusulkan pendirian rumah-rumah sakit khusus untuk perempuan, dalam sebuah simposium bertema "Aplikasi Agama dalam Dunia Mesid" yang diselenggarakan di Riyadh. Ia menyebut rumah-rumah sakit di mana kaum perempuan dan laki-laki berbaur adalah sebuah "bencana" yang menyalahi tatacara yang berlaku di masyarakat Muslim.

Mufti Syaikh Abdul Aziz juga mengatakan bahwa pekerja medis selayaknya merawat para pasien dari jenis kelamin yang sama, kecuali dalam situasi yang sangat darurat.

Tapi jubir kementerian kesehatan Saudi mengatakan bahwa kementerian itu sudah sejak lama memikirkan untuk mendirikan rumah-rumah sakit khusus untuk perempuan, yang menyediakan layanan spesialis untuk penyakit-penyakit yang terkait dengan perempuan misalnya, spealis kandungan.

Mirghalani menyebutkan sejumlah kendala di sektor tenaga kesehatan di Saudi. Saat ini, hanya 20 persen dari total jumlah dokter di Saudi yang asli orang Saudi. Ini menjadi tantangan bagi rencana pendirian rumah sakit khusus perempuan di Saudi. Ia menghimbau agar gadis-gadis Saudi memilih sekolah kedokteran agar bisa memenuhi kebutuhan dokter yang nantinya akan bekerja di rumah sakit khusus perempuan. Saat ini, menurut Mirghalani, jumlah gadis remaja yang memilih jurusan kedokteran sudah cukup banyak terutama di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah.

Ide mendirikan rumah sakit khusus perempuan ditanggapi berbeda oleh kaum perempuan di Saudi. Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.

"Saya pikir ini bukan ide yang bagus. Kita semua hidup dalam satu planet, sehingga kita tidak bisa memisah-misahkan diri berdasarkan gender. Masjid Haram di Makkah saja tidak memisahkan antara tempat laki-laki dan perempuan, lantas mengapa kementerian kesehatan mau membuat pemisahan?, " tanya Maha Al-Nuwaisser.

"Saya lebih memilih dokter yang profesional tanpa melihat apakah dia laki-laki atau perempuan. Saya tidak bisa membayangkan, rumah sakit laki-laki tanpa dokter dan perawat perempuan, begitu juga sebaliknya, " sambung Al-Nuwaisser.

Berbeda dengan Amani Henaidi, yang mengatakan bahwa ia lebih suka rumah sakit khusus perempuan. "Lebih mudah dan praktis. Selama itu memungkinkan, mengapa tidak? Privasi akan lebih terjaga dan saya tidak perlu khawatir soal jilbab ketika saya sakit, " ujarnya.

Perempuan Saudi lainnya Hana Omar menambahkan, "Hanya ada satu manfaat, yaitu soal privasi." Menurutnya, rumah sakit khusus perempuan mungkin akan sangat bermanfaat bagi kaum perempuan yang menderita penyakit tertentu, misalnya kanker payudara. Selebihnya, kata Omar, dokter laki-laki biasanya lebih profesional dibandingkan dokter perempuan. (ln/arabnews)