Kalangan cendikiawan Muslim dan aktivis hak asasi manusia di Malaysia menilai pentingnya tindakan yang lebih keras, bila perlu ancaman penjara, bagi para suami yang mengabaikan kewajibannya memberikan tunjangan bagi isteri yang diceraikannya.
Mufti di negara bagian Perlis, Muhamad ASri Zainul Abidin, seperti dikutip surat kabar The Star mengatakan, otoritas yang berwenang di Malaysia harus mempertimbangkan cara terbaik untuk membela hak-hak dan kesejahteraan anak-anak dari orang tua yang bercerai.
"Yang terpenting adalah, melihat bahwa keadilan sudah ditegakkan, " katanya.
Persoalan ini mengemuka dalam forum satu hari yang diselenggarakan kelompok feminis terkemuka di Malaysia Sisters in Islam (SIS) yang digelar pada Sabtu (21/4) kemarin. Para peserta dalam forum ini mendesak agar pemerintah Malaysia membuat peraturan baru yang mewajibkan para suami yang menceraikan isterinya, untuk memberikan uang tunjangan hidup bagi anak-anaknya.
SIS menyatakan prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini, di mana banyak orang Malaysia yang menceraikan isterinya tanpa memberikan uang tunjangan. SIS mengklaim telah menerima 124 keluhan dari para isteri yang diceraikan suaminya. Dari jumlah itu, sepertiganya adalah kasus di mana para isteri yang diceraikan tidak bisa meminta suaminya untuk memberikan bantuan nafkah bagi anak-anak mereka.
Menurut SIS, kasus-kasus itu "cuma sebagian kecil dari apa yang sebenarnya terjadi. "
Ivy Josiah, Direktur Eksekutif Women’s Aid Organization menyerukan agar pemerintah membentuk sebuah institusi yang bisa langsung mengklaim sebagian gaji para suami yang menceraikan isterinya.
Usulan lainnya yang mengemukan dalam forum tersebut antara lain, tidak memberi izin bagi para suami untuk menikah lagi, sepanjang mereka belum mampu memberikan uang tunjangan bagi anak-anak dari isteri yang diceraikannya.
Selain itu, mereka juga mengusulkan agar dibentuk sebuah lembaga bantuan bagi anak-anak yang bisa mendorong otoritas berwenang untuk mencari ayah anak-anak itu agar ikut bertanggung jawab memberikan bantuan dana bagi kelanjutan kehidupan mereka.
Kalangan cendikiawan Muslim mendukung wacana agar duterapkan hukuman penjara bagi para ayah yang tidak bertanggung jawab itu.
"Para hakim syariah juga harus diberitahukan bahwa mereka bisa mengirim ke penjara para ayah yang tidak membayarkan dana tunjangan, " kata Ismail Yahaya, Mufti dari negara bagian Trengganu pada The Star.
Menurutnya, hukuman berat adalah satu-satunya solusi untuk mengakhiri dilema yang dihadapi anak-anak yang orangtuanya bercerai.
"Berdasarkan pengalaman saya, kebanyakan para ayah akhirnya menyatakan bahwa mereka bisa membayar uang tunjangan dan datang dengan uang kas untuk menghindari hukuman penjara, " tukas Ismail.
Dari data pengadilan agama Islam, pada tahun 2005, sedikitnya ada tiga pria yang sudah dijebloskan ke penjara karena tidak membayar uang tunjangan suami untuk isteri yang diceraikannya. (ln/iol)