Revolusi di dunia Arab dan Afrika Utara, dan konflik yang berkepanjangan antara kelompok oposisi dengan pemerintah Libya, Suriah, dan Yaman, menjadi agenda utarama dalam pertemuan puncak G.8 di Perancis.
Dalam pertemuan G.8 (negara industri maju), di mana Rusia setuju untuk menjadi memediasi agar pemimin Libya Muammar Gaddafi, segera mengundurkan diri dari kekuasaan segera. Dalam laporan pertemuan G.8 itu, Presiden Perancis Sarkozy, meminta peran aktif Rusia, mendorong Presiden Gadhafi segera pergi, dan mengakhiri pertumpahan darah di negara Afrika Utara itu. .
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, yang mewakili pemerintah Rusia, mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat bahwa "Gaddafi telah kehilangan legitimasi" dana Rusia siap "untuk membantu dia pergi", ujarnya kepada wartawan.
Mikhail Margelov, perwakilan khusus Moskow untuk Afrika mengatakan kepada wartawan bahwa negaranya siap untuk melakukan negosiasi kepergian Gaddafi.
Margelov menjelaskan bahwa Rusia telah melakukan kontak dengan para pejabat da pembantu Gaddafi, dan bahwa mereka bersedia berunding tentang nasib pemimpin Libya itu.
"Kita tidak harus berbicara dengan Gaddafi langsung, tetapi dengan anggota kabinet, mungkin dengan anak-anaknya. Dan kita membuat kontak tersebut. Sehingga ada harapan untuk resolusi politik," kata Margelov kepada wartawan pada pertemuan puncak G8 di Perancis.
Ketika diminta untuk menentukan siapa mitra utama Rusia akan melakukan pembicaraan tersebut, katanya, "Bisa anda bayangkan, jika saya memberikan nama orang, dan kepalanya akan dipotong keesokan harinya. Tapi ya, kita memiliki orang-orang di Gaddafi?", ujarnya.
Reaksi Libya
Rezim Libya menolak G8 seruan untuk Gaddafi mundur, dan mengatakan setiap inisiatif menyelesaikan krisis Libya harus melalui Uni Afrika. "G8 pertemuan puncak ekonomi. Kita tidak punya komitmen dengan keputusan tersebut," kata wakil menteri luar negeri Libya, Khaled Kaaim.
Tripoli juga menolak mediasi Rusia dan akan "tidak menerima mediasi yang meninggalkan rencana perdamaian Uni Afrika," katanya. "Kami adalah negara Afrika. Setiap inisiatif di luar kerangka AU akan ditolak..", tambahnya.
"Kami belum secara resmi diberitahu. Kami sedang dalam proses menghubungi pemerintah Rusia untuk memverifikasi laporan dalam pers," kata pejabat itu sebuah konferensi pers.
Tapi Kaaim menyatakan bahwa "tidak ada yang dapat mendikte masa depan politik Libya. Semua keputusan politik berada di tangan negara Libya..", tegasnya.
Terus dengan semua perkembangan terbaru di sini
Nicolas Sarkozy, presiden Perancis, mengucapkan terima kasih Dmitry Medvedev, rekan Rusia-nya, untuk membantu upaya-upaya untuk menyelesaikan konflik di Libya. (mh/aljz)