Rusia Desak Gencatan Senjata Selama 72 Jam Demi Kemanusiaan

Sementara AS dan Perancis melanjutkan pembahasan draft resolusi, Rusia meminta Israel dan Hizbullah menghentikan serangan selama 72 jam demi kemanusiaan.

Duta besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan, situasi kemanusiaan di Libanon sangat mendesak jika harus menunggu pembahasan draft resolusi untuk menghentikan pertikaian selesai.

"Perang sudah menghancurkan Libanon dan situasi kemanusiaan akan memburuk. Kami berharap kondisi ini memfokuskan pikiran dan memberikan energi bagi politisi dan diplomat agar lebih cepat menentukan solusi politik," ujarnya.

Libanon menyatakan tetap belum puas dengan hasil pembahasan draft resolusi yang dilakukan AS dan Perancis, karena tidak memuat aspirasi Libanon. Ketidakpuasan itu dilontarkan oleh Menlu Libanon Fawzi Salloukh.

Ia mengatakan, draft tersebut tidak secara jelas menanggapi permintaan penarikan mundur Israel dari wilayah Shebaa Farms dan masih ada ‘diskriminasi’ dalam persoalan tahanan Libanon di Israel.

Menurut Salloukh, berdasarkan draft resolusi itu, dua tentara Israel yang ditawan Hizbullah akan dibebaskan, tapi soal tahanan Libanon hanya disebutkan akan dinegosiasikan secepatnya.

Bantuan ke Libanon Lumpuh

Sementara itu badan bantuan kemanusiaan PBB menyatakan, rusaknya jalan-jalan dan jembatan akibat serangan Israel, menyulitkan penyaluran bantuan ke Libanon.

Menurut Kepala badan kemanusiaan PBB, John Egeland, yang paling dibutuhkan sekarang adalah persediaan bahan bakar agar rumah-rumah sakit tetap bisa memberikan pelayanan kesehatan.

"Jika ada satu hal yang paling kritis-bahkan lebih kritis dari masalah makanan-dalam beberapa minggu dan beberapa hari ini, itu adalah bahan bakar," kata Egeland.

Blokade tentara Israel, tidak membolehkan masuknya bantuan persediaan bahan bakar ke Libanon. Padahal menurut Egeland, empat rumah sakit di selatan Libanon kini mengalami kekurangan bahan bakar untuk menjaga mesin generatornya menyala, agar tetap bisa menjalankan bedah pasien dan menjaga persediaan obat-obatan.

Selain itu, aliran listrik terancam mati jika pasokan bahan bakar tidak segera dikirim. Dua tanker yang membawa bantuan PBB, tambah Egeland, akan berusaha mengirimkan pasokan itu.

Program Pangan PBB, juga mengeluhkan sulitnya menyalurkan bantuan karena sarana transportasi rusak berat akibat serangan Israel.

Kordinator Program Pangan PBB di Libanon, Zlatan Milisic mengatakan, jika mereka tidak bisa membuka jalur untuk bantuan, jumlah warga yang meninggal akan meningkat. Ia mengatakan, Israel menolak untuk memberikan jaminan keamanan terhadap konvoi kendaraan yang membawa bantuan kemanusiaan. Sementara para sopir truk menolak membawa bantuan-bantuan itu karena takut menjadi sasaran seragan Israel.

Israel sudah mengeluarkan peringatakan akan menyerangan kendaraan apa saja yang melintas di selatan sungai Litani dan wilayah-wilayah lainnya, seperti kota Pelabuhan Tyre.

Organisasi Doctors Without Borders (MSF) menentang peringatan Israel itu. Mereka mengatakan, melarang semua gerakan tanpa pengecualian, akan menyebabkan makin banyaknya warga sipil yang menderita dan meninggal dunia.

"Warga di selatan ketakutan, mereka takut untuk bergerak," ujar Rowan Gillies, presiden MSF internasional di Beirut.

Ia mengecam serangan Israel termasuk serangan udara terhadap konvoi organisasinya dan konvoi bantuan PBB awal minggu kemarin, yang menewaskan tiga orang. (ln/iol/aljz)