Tak Ada Ekstrimis Muslim di Kampus Inggris

Anggapan bahwa kampus menjadi tempat persemaian anak-anak muda Muslim Inggris untuk menjadi ekstrimis ternyata tidak terbukti. Generasi muda Muslim di negeri itu justeru mewakili generasi Muslim yang mampu berintegrasi dengan baik di tengah masyarakat.

Itulah kesimpulan hasil riset yang dilakukan sebuah tim yang dipimpin Dr, June Edmunds dari Universitas Cambridge yang dimuat di surat kabar The Guardian, edisi Rabu (3/12). Selama satu tahun belakangan ini mereka melakukan riset tentang ketakutan bahwa kampus-kampus menjadi lahan subur untuk menyebarkan ajaran ekstrimisme di kalangan anak muda Inggris, seperti yang kerap diberitakan media massa.

Dalam melakukan penelitian, tim tersebut melakukan wawancara dengan sejumlah mahasiswa di London, Cambridge dan Bradford. Dalam kesimpulannya, tim ini juga mengatakan bahwa ketakutan akan tumbuhnya ekstrimisme di kampus-kampus terlalu berlebihan karena bisa dikatakan para mahasiswa Muslim cenderung ikut bergabung dengan Amnesty Internasional-organisasi HAM-daripada bergabung dengan al-Qaidah.

"Fakta ini menunjukkan bahwa anak-anak muda Muslim memiliki pengetahuan yang cukup untuk menentang tindakan radikal terhadap masyarakat Barat," demikian kesimpulan tim peneliti Dr. Edmunds.

Mereka juga mengatakan, cuma sedikit anak-anak muda Muslim yang memiliki cara berpikir ekstrim namun sangat sedikit bukti yang bisa dijadikan landasan tudingan bahwa mereka berbahaya, karena jumlah anak muda yang peduli pada masalah hak asasi manusia dan demokrasi serta sosial jauh lebih banyak.

"Inggris Raya kini menjadi rumah bagi sebuah generasi Muslim baru yang lebih percaya diri akan identitas kebangsaan mereka dan lebih melibatkan diri secara politik dibandingkan orangtua-orantua mereka," kata Dr. Edmunds.

Anak-anak muda Muslim, menurut hasil penelitian tersebut, lebih sering mengunjungi situs-situs berita atau koran di internet ketimbang mengunjungi situs-situas agama.

Hasil penelitian tim Dr. Edmunds jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh sebuah think-tank sayap kiri di Inggris. Hasil penelitian lembaga think-tank itu mengklaim bahwa mahasiswa Muslim di kampus-kampus di Inggris meyakini bahwa membunuh atas nama agama, dibenarkan. Gara-gara klaim itu, pemerintah Inggris sampai membuat semacam panduan bagi para staff universitas yang berisi petunjuk bagaimana mengantisipasi ancaman kelompok ektrimis di kampus-kampus.

Namun hasil penelitian Dr Edmunds dan timnya mematahkan ketakutan itu. "Secara keseluruhan, anak-anak Muda Muslim jaman sekarang memiliki minat dan kebutuhan yang berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi imigran," tukas Dr. Edmunds.

Menurut Federation of Student Islamic Societies (FOSISI) di Inggris Raya dan Irlandia, anak-anak muda Muslim yang menuntut ilmu di lembaga-lemabag pendidikan tinggi jumlahnya mencapai 90.000 orang. (ln/iol)