Lebih dari 1.500 tentara Inggris terdiagnosa mengalami gangguan mental sepulangnya bertugas di Irak. Kondisi psikis yang diderita oleh para tentara yang bertugas di medan tempur antara lain gangguan pascatrauma akibat stress, depresi dan gangguan emosi lainnya. Beberapa tentara secara klinis bahkan ditemukan mengalami kecanduan obat-obatan dan sedikitnya tujuh orang tentara melakukan bunuh diri setelah meninggalkan Irak.
Diperkirakan, para tentara yang secara klinis mengalami persoalan kesehatan mental, jumlahnya sekitar 1,5 persen dari semua pasukan Inggris yang bertugas di Irak, mulai dari angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara, sejak awal invasi pada tahun 2003 sampai dua tahun sesudahnya.
Situasi ini membuat kementerian pertahanan Inggris (MoD) terpaksa membuat program khusus untuk mengantisipasi kemungkinan serupa bagi misi pasukan Inggris yang baru, yang akan dikirim ke Afghanistan. Program khusus ini ikut mengirimkan dan melibatkan perawat khusus gangguan psikis bersama dengan 4.500 pasukan yang akan dikirim ke provinsi Helmand.
Sejumlah juru kampanye militer menuding MoD sudah mengabaikan problem kesehatan mental yang dialami para veteran perang. Gangguan mental yang dibawa oleh para tentara setelah masa tugasnya selesai di Irak, kerap membuat para veteran perang itu melakukan tindak kriminal. Para pengacara di MoD sudah membawa sejumlah kasus itu sebagai kasus hukum.
MoD seringkali menolak permintaan agar para tentara yang menderita luka psikis di Irak segera dibebastugaskan. Namun MoD berusaha menyembunyikan hasil diagnosa para tentara itu. Dari perhitungan terbaru minggu ini, MoD menyebut jumlah 1.551 tentara yang mengalami gangguan mental, lebih besar dari perkiraan pada bulan Februari yang lebih dari 200 tentara.
Banyak tentara yang mengalami gangguan kesehatan mental, akhirnya dikirim ke pusat-pusat perawatan sosial seperti Combat Stress yang memiliki rumah sakit Surrey. Surrey saat ini sedang merawat 60 tentara veteran perang Irak.
Meski fase ‘pertempuran’ di Irak sudah berakhir pada 2003, para tentara yang bertugas di sana tetap banyak yang mengalami trauma. Sejumlah dokter mengatakan, ketegangan terus meningkat di tengah situasi kacau paksa perang Irak.
"Ketika anda sedang bertempur, segalanya nampak jelas dan anda tahu ini apa, itu apa. Tapi dengan situasi Irak sekarang ini, tidak ada kepastian," kata seorang dokter militer yang banyak terlibat dengan para veteran perang Irak.
"Anda tidak tahu siapa yang harus dipercaya, kalau ada sebuah mobil melaju di jalan membawa bom atau apapun, tingkat stress meningkat," sambungnya.
Pengalaman Kopral James Piotrowski
Kopral James Piotrowski adalah salah anggota dari batalion pertama yang dikirim ke garis depan pada awal invasi ke Irak tahun 2003.
Usianya baru 18 tahun ketika masuk dinas kemiliteran. Keberanian dan profesionalitas kerap mendapat pujian. Namun bulan April kemarin, ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dalam kasus pencurian sebuah senjata di baraknya.
Para psikiater dan keluarganya meyakini, tingkah laku James adalah gangguan pasca trauma akibat stress. Ketika James kembali dari Irak pada Mei 2003, keluarganya memperhatikan perubahan pada James. Ayah James mengungkapkan, ia melihat anaknya mengalami susah tidur. Bahkan awalnya, James pernah ingin tidur di luar dengan alasan ingin menjaga rumah.
"Dia juga menderita seperti teror di malam hari dan serangan panik," kata ayah James.
Menurutnya, puteranya itu sudah menyampaikan keluhan tersebut pada resimennya. Namun gejala-gejala yang dialami James tidak pernah ditangani.
"Kami merasa sangat marah dan kecewa. James adalah seorang tentara yang kesepian, bingung dan tidak bisa mendapatkan pertolongan yang ia butuhkan," kata ayah James. (ln/arabworldnews)