Cina sedang berusaha menghapus identitas Uighur dengan menghancurkan budayanya melalui sejumlah kebijakan seperti melarang alfabet Uighur, menghancurkan masjid, dan menghapus warisan bersejarahnya, ujar Seyit Tumturk.
“Anak-anak lelaki kami telah disiksa, anak-anak perempuan kami dipaksa menikah dengan orang Cina Han, dan anak-anak kami telah dikirim ke panti asuhan, hanya karena mereka Muslim Turki,” tambah dia.
Dia mengatakan selama bertahun-tahun Cina berbohong tentang keberadaan “kamp kejuruan” di Xinjiang, meskipun ada laporan dari PBB dan Uni Eropa.
Namun, kata Tumturk, Cina akhirnya mengakui adanya kamp tersebut.
Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Uighur. Kelompok Muslim Turki yang membentuk sekitar 45 persen populasi Xinjiang ini, telah lama menuduh pemerintah Cina atas diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.
Cina meningkatkan sejumlah pembatasan dalam dua tahun terakhir, melarang laki-laki berjanggut dan wanita memakai jilbab serta memperkenalkan apa yang dianggap oleh banyak ahli sebagai program pengawasan elektronik terluas di dunia, menurut Wall Street Journal.
Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di wilayah Xinjiang Cina, kini dipenjara dalam jaringan “kamp pendidikan ulang politik” yang terus berkembang, menurut pejabat AS dan ahli PBB.
September lalu, Human Rights Watch menuduh pemerintah Cina melakukan ” pelanggaran hak asasi manusia sistematis” terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. [ns]