Dewan Keamanan dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang melarang penggunaan kekerasan seksual seperti perkosaan, sebagai bagian dari strategi peperangan.
Dalam dokumen yang dibagikan saat pertemuan khusus DK PBB hari Kamis (19/6) disebutkan bahwa kekerasan seksual yang terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik "sudah menjadi pandemi tapi tidak pernah diungkapkan." Kekerasan seksual bukan lagi hanya sebagai dampak dari terjadi peperangan, tapi telah menjadi strategi militer yang mengancam stabilitas dan keamanan internasional.
Resolusi DK PBB menyerukan negara-negara di dunia melindungi rakyatnya dari kekerasan seksual dan pelaku kejahatan semacam itu tidak boleh diberikan amnesti setelah perang berakhir. Resolusi itu juga menegaskan bahwa para pelaku kekerasan seksual di pada masa konflik akan dikenakan sanksi.
Sejumlah pejabat PBB mengungkapkan kasus kekerasan seksual terburuk terjadi dalam konflik di timur Congo. Namun sebuah survei yang dilakukan terhadap 2.000 kaum perempuan dan gadis-gadis remaja di Liberia, 75 persennya mengalami perkosaan selama perang sipil yang terjadi di negara itu. Kasus-kasus kekerasan seksual yang mengikuti konflik juga terjadi di bekas negara Yugoslavia, Darfur dan Rwanda dalam skala yang luas.
Resolusi PBB juga meminta sekretaris jenderal PBB untuk menyerahkan laporan khusus tentang kasus-kasus kekerasan seksual di wilayah konflik dalam pertemuan tahun depan serta melakukan pengetatan prosedur dalam pengecekan kasus-kasus yang sama, yang diduga dilakukan oleh pasukan penjaga perdamaian PBB di sejumlah negara. (ln/aljz)