Sikap para sopir taksi Muslim yang menolak penumpang yang membawa minuman beralkohol, membuat berang pihak Komisi Bandar Udara Metropolitan. Komisi ini akan mengesahkan ketentuan baru berupa sanksi bagi para sopir taksi yang menolak memberikan pelayanan pada penumpang.
Terkait dengan hal itu, Direktur Bandara International St.Paul Minneapolis, Steve Wareham pada surat kabar terbitan Minnesota Star Tribune mengatakan, "Kami hanya ingin menyampaikan pesan, jika Anda mau menjadi sopir di bandara ini, Anda harus melayani semua pelanggan kami. "
Menurut surat kabar tersebut, pihak komisi sebenarnya sudah lama mengancam akan menjatuhkan sanksi bagi para sopir yang menolak mengangkut penumpang tanpa alasan kuat. Kali ini, dengan suara bulat komisi akhirnya menyetujui paket peraturan baru yang akan mulai diberlakukan pada 11 Mei mendatang.
Berdasarkan regulasi baru tersebut, pelanggaran pertama akan dikenakan sanksi berupa pembekuan izin operasi taksi selama 30 hari. Pelanggaran kedua, sanksi yang dijatuhkan berupa pencabutan izin operasi taksi selama dua tahun.
Menurut pihak Komisi Bandara, sejak tahun 2002 terdapat 4. 800 kasus sopir taksi yang menolak membawa penumpang yang membawa alkohol. Para penumpang pesawat yang baru tiba dari penerbangan internasional, memang kerap membawa minuman beralkohol bebas pajak dalam bungkusan yang mudah dikenali.
Kebanyakan sopir taksi asal Somalia yang beragama Islam, yang menolak penumpang yang membawa alkohol dengan alasan Islam melarang penyebaran alkohol.
Saat ini, sedikitnya ada 600 sopir taksi bandara di Minneapolis dan St. Paul, dari keturunan Muslim Somalia.
Reaksi Warga Muslim
Warga Muslim Minnesota mengecam paket regulasi baru yang dinilai tidak adil dan sengaja mengenyampingkan hak-hak keagamaan seseorang.
"Kami melihat hal ini sebagai sanksi yang kejam terhadap sekelompok warga Amerika hanya karena mereka melakukan apa yang menjadi keyakinan dalam agama mereka, " kata Hassan Muhamud, profesor di William Mitchell College of Law yang juga imam di Pusat Dakwah Islam di St. Paul.
"Regulasi ini tidak merefleksikan nilai-nilai Amerika yang memberikan akomodasi dan toleransi bagi seluruh rakyatnya, " tukas Profesor Hassan Muhamud.
Sementara itu, para sopir taksi yang Muslim menyatakan akan menggugat peraturan baru itu ke pengadilan.
"Negara ini adalah negara hukum, bukan negara milik sekelompok orang. Mereka membuat peraturan yang menurut kami tidak adil dan jika kami harus mengadukannya pada Mahkamah Agung, kami akan lakukan, " ujar Abdinur Ahmad Dolal, yang mengaku sebagai juru bicara para sopir taksi pada Star Tribune.
Kuasa hukum para sopir taksi Muslim, Jeff Hassan meyakini bahwa kasus ini cukup kuat untuk digugat.
Dalam wawancara dengan Islamonline, sejumlah sopir taksi menuding media massa ikut berperan dalam persoalan ini. Media dianggap terlalu membesar-besarkan masalah dan sudah tidak proporsional memberitakan penolakan mereka.
Para sopir itu mencontohkan laporan media yang mengatakan bahwa mereka menolak menerima penumpang tuna netra yang membawa anjing, karena Islam menyatakan liur anjing haram.
Dolal mengatakan, sopir taksi yang Muslim mau dan sering menerima penumpang yang membawa alkohol, asalkan alkohol itu dikemas sedemikian rupa sehingga tidak bisa terlihat jelas dari luar. "Yang kami komplain adalah alkohol yang diekspos dengan bebas, " kata Dolal. (ln/iol)