Di mana posisi Afghanistan sekarang ini? Dalam sekapan Amerika, apa lagi yang tertinggal dan tersisa? AS sudah jauh-jauh hari mencanangkan program besar terhadap negeri Mullah ini, bahwa perang Afghanistan adalah perang yang penting, perang yang tak ada pilihan lain selain perang, dan perang yang tak boleh kalah, apapun harganya.
Dan Agustus 2009 merupakan periode penyelesaian akhir, dengan pasca pemilu Afghansitan 20 Agustus sebagai layanan purna-jual dari misi panjang 9/11. Mungkin kita semua sudah lelah membicarakan pidato Obama di tahun 2007, di bulan yang sama dengan saat ini, bahwa—sebelum ia menjadi presiden AS—Obama memprioritaskan “keluar dari Iraq, dan mengarahkannya ke Afghanistan dan Pakistan.” Itu semua telah terjadi.
Di sinilah kebingungan rakyat AS terpampang dengan jelas. Mereka mengagungkan Obama namun sekarang sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat presidennya mengambil keputusan untuk menyudahi perang? Bob Herbert, seorang kolumnis New York Times—harian paling liberal di AS—menyebut Taliban sebagai dilema reduction ad Vietnam, atau dilemma Vietnam yang lain.
Inilah perang batin terbesar yang terjadi pada tentara AS dalam memandang perang Afghanistan: ini bukan lagi sekadar meluncurkan roket dan menghentakkan missil, tapi lebih pada penumpahan darah, mimpi buruk yang secara politik maupun moral tak bisa lagi ditoleransi. Vietnam yang lain sendiri pertama kali muncul pada 31 Agustus 1969 di New York Times ketika C.L. Sulzberger, reporter NYT, mengatakan bahwa di masa depan, AS masih akan terus terlibat dan menciptakan peperangan-peperangan yang lainnya. Tidak selesai di Vietnam saja.
Maka, tak heran jika kemudian rentetan peperangan terjadi di Lebanon, Falkland, Nikaragua, Iraq, Somalia, Balkan, Afghanistan setelah 9/11, Iran kedua, dan sekarang Afghanistan lain. Dan mungkin Grenada dan Panama segera menyusul.
Dalam perang Vietnam tahun 1968, AS kehilangan 1.300 tentara setiap bulannya. Di Iran, AS mengorbankan 75 orang sebagai tumbalnya, dan untuk saat ini, AS “baru” kehilangan 15 orang setiap bulannya di Afghanistan. Penghitungan mayat seharusnya bukan suatu ukuran kegagalan, tapi inilah yang disebut dengan ujian dilema itu.
Apa yang membedakan Afghanistan sekarang? Ya, mungkin benar, Taliban. Tapi suasana militer di sana sama dengan empat tahun yang lalu. Seluruh Afghanistan tidak aman, bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Korupsi adalah nama tengah Afghanistan, dan Hamid Karzai sama sekali tidak kompeten. Masalah sebenarnya Afghanistan adalah mau jadi apa gerangan Afghanistan selanjutnya? Tujuh tahun terakhir, Afghanistan tidak beranjak kemana-mana.
Itu bukan hal kecil, walau pun menjual tentara Amerika untuk mencapai sesuatu yang negatif juga bukan sesuatu yang mudah—tanya saja George W. Bush tentang kredit yang ia dapatkan dari pasca-9/11 yang sudah kebablasan!
Kondisi yang sama berlaku untuk Mr. Obama, yang telah menjual file setelah meninggalkan Iraq. Selamat Mr. Presiden: Anda sudah mempunyai sebuah perang untuk dijual! Terlalu sinis memang, namun dalam hal ini, Afghanistan telah berubah menjadi Vietnam yang lain. Sekuel berikutnya dari film ini—ngomong-ngomong—mungkin akan berjudul, “Ladang Pembantaian.” (sa/wallstreetjournal)