Penaklukan Granada oleh Castilla sebenarnya sudah dimulai sejak abad ke-13, dilatarbelakangi oleh kepentingan politik dan agama serta kebencian terhadap Umat Islam.
Ambisi merebut Granada dari Umat Islam dikenal dengan semangat reconquista atau penaklukkan ulang.
Akhirnya Granada dapat ditaklukkan dan Sultan Muhammad As-Shaghir (Baobdil) menyerahkan kunci Istana Al-Hambra kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella pada 2 January 1492 masehi.
Peristiwa itu menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol, dan Baobdil menjadi Sultan Moor (Muslim Spanyol) terakhir di Granada.
Berakhirnya kekuasaan Islam di Eropa, menjadi awal kisah kelam Umat Islam di sana. Awalnya, Raja Ferdinand menjanjikan kebebasan beragama, kaum Muslim dipersilakan mempertahankan agamanya.
Sayangnya, janji tersebut hanya tipu muslihat agar Granada bisa jatuh dengan mudah ke tangan mereka.
Justru di tahun yang sama Ferdinand dan Isabella mengeluarkan Dekret Alhambra yang memerintahkan seluruh Yahudi untuk meninggalkan Spanyol. Kemudian, pasukan Kristen memasuki istana Alhambra, dan memasang bendera dan simbol kerajaan Kristen Eropa di dinding istana serta mengibarkan bendera salib.
Selanjutnya pada tahun 1502 umat Islam diberi dua opsi. Pertama, dengan suka rela memeluk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Dengan pilihan sulit tersebut banyak kaum Muslim meninggalkan Spanyol.
Karena menetap di Spanyol dengan tetap memeluk agama Islam merupakan hal yang mustahil.
Namun, sebagian Muslim memilih pindah agama secara lahiriyah saja. Artinya tetap beragama Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai kaum Moriscos.
Penderitaan Umat Islam pun kembali hadir kaum Moriscos dianggap sebagai sebuah ancaman, yang berujung pada peraturan yang melarang segala hal yang bernuansa Islam, pada tahun 1508-1567 masehi.
Bahkan, penggunaan bahasa Arab juga dilarang, anak-anak Umat Islam dipaksa untuk menerima pendidikan dari para pendeta Kristen.
Kemudian pada tahun 1609-1614 Raja Philip III mengusir lebih dari 300.000 Umat Islam. Tetapi Philip III tidak mengizinkan anak-anak berusia di bawah 7 tahun untuk ikut. Ia tidak ingin anak-anak tumbuh menjadi seorang Muslim di kemudian hari.