Ramadhan Tak Mengenal Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi global bukan penghalang bagi umat Islam untuk berbagi kebahagiaan selama bulan suci Ramadhan. Mereka tetap menyediakan aneka makanan untuk keperluan buka puasa bersama keluarga, teman bahkan orang-orang yang tidak mereka kenal secara pribadi.

Masyarakat Timur Tengah memiliki tradisi menyediakan makanan untuk berbuka puasa. Tak heran meski situasi perekonomian dunia masih tak karuan, supermarket-supermarket di kawasan ini selalu penuh oleh para pembeli. Mereka membeli aneka makanan dan minuman untuk persiapan berbuka. Panganan berbuka itu lalu mereka sajikan mulai di tenda-tenda sederhana sampai ballroom hotel.

"Tidak peduli krisis ekonomi, orang-orang tetap berbelanja dan memasak makanan yang sama banyaknya dengan Ramadan tahun lalu. Ini bulan puasa, banyak orang yang lapar," kata Mashael Mekki, seorang imigran asal Sudan yang tinggal di Dubai.

"Saya membeli makanan seperti yang saya beli Ramadhan tahun lalu. Orang yang mengundang kami berbuka tahun lalu, mengundang kami lagi untuk berbuka puasa bersama tahun ini," sambung Mekki antusias.

Antusiasme serupa dilontarkan seorang ibu rumah tanggal dari Emirat, Umi Said. "Ini adalah bulan dimana seluruh keluarga berkumpul untuk makan bersama saat buka puasa. Mereka tidak peduli krisis sekonomi. Mereka melupakan sejenak soal krisis ekonomi saat berkumpul dan makan bersama," ujarnya.

Mohammad Al-Sada, pegawai pemerintahan di Qatar mengaku tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mengurangi pengeluaran uang saat bulan Ramadhan. "Bulan Ramadan memiliki status yang istimewa. Banyak keperluan yang harus dibeli selama Ramadhan seperti juga Ramadhan sebelumnya, meski saya harus bergantung pada kartu kredit untuk pembayarannya," aku Al-Sada.

"Mungkin, saya akan berhemat setelah Ramadhan berakhir untuk menutup defisit anggaran. Tapi kami tidak siap untuk mengubah kebiasaan kami selama bulan Ramadan," katanya.

Situasi Ramadhan di sejumlah negara Timur Tengah mulai dari Mesir, Suriah, Lebanon dan Yordania hampir serupa. Cafe dan restoran padat dengan para pengunjung, mereka menghabiskan malam dengan minum teh dan menikmati makanan ringan sambil berbincang-bincang dan bertukar cerita.

Konsumsi makanan yang lebih tinggi pada saat Ramadhan, membuat harga-harga kebutuhan pokok di kawasan Timur Tengah ikut melonjak. Umi Khalifa, warga Dubai mengatakan bahwa kenaikan harga terjadi di berbagai bahan makanan penting seperti beras, sayuran, roti dan daging. "Para pedagang menaikan harga barang-barang yang paling banyak dibeli orang," ujar Umi Khalifa.

"Kenaikan harga itu sebetulnya tidak dilakukan, tapi mereka tahu bahwa selama Ramadhan kami mengkonsumsi barang-barang kebutuhan itu lebih banyak dari biasanya," sambungnya.

Untuk mengendalikan harga-harga bahan pokok selama Ramadhan, pemerintahan negara-negara kawasan Teluk melakukan berbagai langkah antisipasi. Kementerian ekonomi Uni Emirat Arab misalnya, memantau harga buah-buahan dan sayuran dipasar-pasar untuk menjaga kestabilan harga. Pihak kementerian mengenakan sanksi berupa denda bagi toko-toko yang melanggar batas harga yang telah ditetapkan pemerintah atau tidak mencantumkan harga pada produk yang dijualnya.

Di Mesir, harga kurma justeru jatuh. Padagang lebih memilih memurahkan harga daripada dagangannya tidak laku karena daya beli masyarakat yang berkurang akibat krisis ekonomi. "Banyak yang tidak mampu beli kurma pada Ramadhan tahun ini. Kami harus menurunkan harga sampai dibawah 15 pound," kata Mohammed, pedagang kurma di kawasan Sayeda Zainab, Kairo. (ln/iol)