Pemerintah Irak tetap meminta perubahan draft Status of Force Agreement (SOFA), meski Kepala Pasukan AS di Irak Jenderal Mike Mullen "menakut-nakuti" bahwa Irak akan menghadapi konsekuensi keamanan yang sangat berat, jika SOFA tidak segera disahkan. SOFA adalah kesepakatan yang mengatur tentang status pasukan AS di Irak setelah mandat yang diberikan PBB berakhir bulan Desember nanti.
Pemerintah Irak lewat juru bicaranya Ali al-Dabbagh mengecam pernyataan Mullen itu. "Irak tidak bisa menerima pernyataan semacam itu. Rakyat Irak dan elemen-elemen politiknya menyadari akan tanggung jawabnya dan sedang mengkaji apakah akan menandatangani draft itu atau tidak," tukas al-Dabbagh.
"Rakyat Irak tidak mau dipaksa untuk memilih dan ungkapan seperti itu tidak layak dilontarkan pada rakyat Irak," sambung al-Dabbagh.
Sejumlah rakyat Irak yang dimintai komentarnya tentang draft kesepakatan keamanan dengan militer AS juga menyatakan ketidaksetujuannya jika pemerintah mereka melakukan kesepakatan apapun dengan pasukan penjajah AS.
"Saya tidak tahu soal perjanjian itu dan saya juga tidak tertarik membicarakannya. Setiap hari para politisi kami dan pasukan AS membuat kesepakatan baru, tapi tidak pernah menyelesaikan persoalan-persoalan kami. Apapun keputusannnya, perjanjian itu tidak akan menguntungkan rakyat Irak," tandas Hussiniyah Mohammad, 70 tahun.
Dengan sinis Hussiniyah mengatakan, "Para pengambil keputusan hanya akan memutuskan sesuatu yang menguntungkan kantong mereka dan bukan untuk keuntungan rakyat Irak. Lebih baik saya diam daripada menjadi korban perang ini."
Bagi Hussiniyah, pasukan Irak dan pasukan AS, sama-sama telah menghancurkan hidup rakyat Irak. Hussiniyah sendiri kehilangan anak lelakinya, yang dibunuh oleh pasukan AS. Sementara suaminya dibunuh pasukan Irak.
"Suatu hari nanti, Tuhan yang akan memberlakukan janjinya di negeri ini dan mereka semua akan membayar apa yang telah mereka perbuat pada kami," tegas Hussiniyah.
Faisal Azad, 52, seorang penjaga toko di Irak juga mengaku tidak tahu menahu soal "pakta" antara pemerintahnya dengan militer AS. Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah Irak sekarang adalah memaksa pasukan AS keluar dari Irak dan bukan disibukkan dengan pernjanjian-pernjanjian sementara banyak rakyat Irak yang menghadapi buruknya sanitasi dan masalah layanan kesehatan.
"Masih banyak masalah lain yang harus diperhatikan, masalah-masalah yang mewakili kehidupan jutaan rakyat Irak dan karena fanatik politik, masalah-masalah penting itu terlupakan," kata Azad.
Warga Irak lainnya, Ahmad Abdul Rahman yang berprofesi sebagai guru mengatakan,"Perjanjian keamanan, adalah contoh baru bahwa AS dan pemerintah Irak sedang mempermainkan rakyatnya."
"Pasukan AS akan melakukan apa saja yang mereka inginkan. Saya setuju bahwa keamanan di Irak memang lemah, tapi juga percaya bahwa mempertahankan pasukan AS di sini tidak akan mengakhiri aksi-aksi kekerasan dan mungkin malah akan meningkat," papar Abdul Rahman.
Ia berpendapat, pasukan AS bisa terus berada di Irak tapi cuma untuk satu tahun saja, setelah itu Irak harus diserahkan ke rakyat Irak dibawah supervisi PBB.
Hussiniyah, Faisal Azad dan Abdul Rahman, cuma segelintir dari rakyat Irak mengkritik pakta keamanan antara pemerintah Irak dan militer AS. Suara mereka hampir tak terdengar dan bergaung di ruang hampa. Rakyat Irak hanya menginginkan agar penjajahan segera diakhiri, pasukan AS diusir dari bumi 1001 Malam, karena rakyat Irak hanya menginginkan perdamaian dan hidup tenang serta sejahtera di negerinya sendiri. (ln/bbc/iol)