Rafsanjani: Obama dan Bush, Setali Tiga Uang

Ketua Dewan Kebijakan Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani menilai presiden terpilih Barack Obama tidak jauh berbeda dengan pendahulunya Presiden George W. Bush dalam menyikapi program nuklir Iran.

Rafsanjani mengatakan, sebagai orang yang mengaku dirinya berasal dari Afrika dan pernah mengalami penindasan di AS karena berkulit hitam, Obama selayaknya tidak meniru presiden Bush. Ia juga menegaskan Iran tidak menginginkan insentif dari AS untuk menghentikan program nuklir Iran.

"Saya katakan pada Obama … kami tidak menginginkan insentif dari Anda dan sanksi apapun tidak akan menghentikan program nuklir kami," tukas Rafsanjani dalam pidato Idul Adha yang disiarkan radio nasional Iran.

"Lebih baik Anda (Obama) bersikap bijaksana dan tidak menghalang-halangi apa yang menjadi hak bangsa Iran," tandasnya.

Dalam wawancara dengan NBC News hari Minggu kemarin, Obama menegaskan bahwa ia akan melakukan langkah diplomasi langsung namun tegas dengan Iran dan akan menawarkan insentif asalkan Iran bersedia menghentikan program nuklirnya. Obama juga mengancam akan menjatuhkan sanksi berat jika Iran menolak desakan AS.

Ancaman Obama tidak jauh beda dengan ancaman yang dilontarkan Bush terkait program nuklir Negeri Para Mullah itu. Cuma, Bush menyatakan tidak mengesampingkan opsi militer untuk menghentikan program nuklir Iran.

AS dan sekutu-sekutunya, terutama Israel terus menuding bahwa Iran memanfaatkan program nuklirnya untuk membuat bom nuklir, meski Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan bahwa sangat kecil kemungkinan Iran membuat senjata nuklir.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Vladimir Voronkov, ketua Departemen Eropa Kementerian Luar Negeri Rusia. Menurutnya, berdasarkan laporan-laporan intelejen Rusia, Iran tidak punya material-material yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir seperti yang dituduhkan AS dan Israel.

Voronkov mengecam sikap Barat dan Israel yang menggunakan "tekanan" sebagai instrumen untuk menghentikan program nuklir Iran. "Kami beranggapan tekanan tidak selalu efektif," kata Voronkov, Selasa (9/12).

Rusia selama lebih dari 10 tahun terakhir menjalin kerjasama di bidang teknologi nuklir dengan Iran. Rusia pula yang membantu Iran membangun fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir berkekuatan 1.000 megawatt di kota Bushehr. (ln/prtv)