Radioaktif Dari Persenjataan AS Ancam Kesehatan Rakyat Irak

Agresi militer AS ke Irak menyisakan derita panjang bagi rakyat Negeri 1001 Malam itu. Kini, kesehatan rakyat Irak terancam akibat sisa-sisa zat radioaktif yang berasal dari amunisi dan persenjataan perang.

Menteri Lingkungan Hidup Irak, Narmin Othman Hasan mengatakan, situasi keamanan yang masih rawan dan minimnya dana menjadi kendala bagi pemerintah Irak untuk membersihkan tempat-tempat di seluruh Irak yang terkontaminasi radioaktif.

Sementara ini, pemerintah Irak baru bisa menyingkirkan rongsokan-rongsokan yang berasal dari tank-tank dan kendaraan tempur lainnya yang hancur dan terkontaminasi zat uranium. "Kami baru menemukan 80 persen lokasi yang terkontaminasi, masih banyak area yang belum kami jangkau karena masalah keamanan," kata Othman Hassan.

Sisa-sisa zat berbahaya uranium yang mengandung radioaktif itu berasal dari amunisi yang digunakan pasukan AS sejak Perang Teluk tahun 1991 dan invasi AS ke negeri itu tahun 2003. Menurut kementerian lingkungan hidup Irak, pencemaran lingkungan akibat bahan radioaktif di Irak meningkat dua kali lipat dan diduga menjadi penyebab berbagai problem kesehatan rakyat Irak, mulai dari munculnya penyakit kanker sampai lahirnya bayi-bayi dalam kondisi cacat.

Kementerian Lingkungan Hidup membutuhkan dana milyaran dollar untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat radioaktif tersebut, tapi anggaran yang mereka dapatkan hanya sekitar 100 juta dollar saja. Menurut Othman Hassan, pihak masih terus melakukan penelitian sejauh mana radiasi radioaktif itu telah mempengaruhi kondisi kesehatan rakyat Irak.

"Yang jelas, semua radiasi itu sangat berbahaya. Laporan-laporan media massa tentang dampak negatif sisa-sisa zat uranium bagi kesehatan sudah membuat rakyat Irak panik," ujar Othman.

Ia menambahkan, untuk membersihkan sisa-sisa bahan radioaktif tidak cukup hanya dengan pembuangan tapi harus ada perlakuan khusus. "Kita tidak bisa hanya membawa rongsokan tank dan membuangnya, tapi rongsokan-rongsokan itu harus ditangani lagi dan itu butuh waktu lama," tukas Othman. (ln/mol)