Lima perawat asal Bulgaria dan seorang dokter asal Palestina besar kemungkinan akan terbebas dari vonis hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan pada bulan Desember 2006, karena terbukti bersalah telah menyebabkan ratusan anak-anak di Libya terinfeksi virus HIV.
Jaminan bahwa mereka tidak akan dihukum mati, tersirat dari pernyataan Saif al-Islam, putera pemimpin Libya Muammar Gaddafi. Menurut Saif, akan dicari solusi dan jalan tengah untuk menyelamatkan keempat perawat dan dokter itu dari hukuman mati. Disi lain ke luarga yang anak-anaknya menjadi korban juga puas atas solusi itu.
Al-Islam menilai sangsi hukuman mati itu tidak adil. "Tidak akan ada eksekusi. Saya harap akan ada akhir yang memuaskan, secepatnya. Ayah saya juga menentang eksekusi itu, " ujarnya pada harian Bulgaria, 24 Chasa.
Menurut al-Islam, sejak awal, kasus ini sudah arah dan banyak terjadi manipulasi dan kesalahan. Oleh sebab itu ia menolak eksekusi dan mengupayakan langkah kompromi. Tripoli, kata al-Islam, sudah membahas masalah kompromi ini dengan Jerman dan Perancis.
Deputi Menteri Luar negeri Bulgaria, Feim Chaunshev menyambut positif pernyataan al-Islam yang dinilainya sebagai pertanda kemajuan dari proses negosiasi.
Proses pengadilan enam petugas medis asing itu, cukup panjang, hampir 8 tahun lamanya. Pada 19 Desember kemarin mereka dinyatakan harus menjalani hukuman mati, setelah pengadilan tinggi Libya menguatkan tuduhan terhadap keenam petugas medis itu bahwa mereka telah menyebabkan 426 anak di rumah sakit di Benghazi terkena virus HIV, pada 1998. Infeksi itu terjadi melalui darah yang tercemar virus HIV dan telah menyebabkan 53 anak-anak meninggal dunia akibat tertular virus tersebut.
Keenam petugas medis dan para pakar AIDS berdalih, penularan virus HIV itu terjadi karena buruknya kualitas sterilisasi di rumah sakit tersebut, jauh sebelum mereka datang ke Libya.
Pengacara keenam petugas medis itu, rencananya akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung Libya atas sangsi tersebut. (ln/iol/aljz)