“Cina berharap Taliban dan pemerintah Afghanistan dapat bersatu dengan partai politik lain, dan dengan semua kelompok etnis serta membangun kerangka politik sesuai dengan kondisi nasional yang inklusif secara luas dan akan meletakkan dasar bagi perdamaian abadi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying, dilansir NDTV dari tulisan Bloomberg, Rabu (18/8).
Hua mengatakan, China akan berhenti mendukung pemerintahan Taliban, jika situasi di Afghanistan mengalami perubahan besar. Sebelumnya pada 28 Juli, Wang menekan Kepala Perunding Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar untuk membuat kesepakatan dengan Gerakan Islam Turkestan Timur. China menyalahkan kelompok itu atas serangan teroris di wilayah Xinjiang.
Dalam pertemuan itu, Baradar berjanji bahwa Taliban tidak akan pernah membiarkan kelompok militan manapun menggunakan wilayah Afghanistan, untuk terlibat dalam tindakan yang merugikan Cina. “Sikap Cina terhadap rezim yang dipimpin Taliban akan tergantung pada kebijakannya, misalnya, apakah Taliban akan menepati janjinya dan tidak menjadi sarang kekuatan ekstrem yang memiliki hubungan dengan Cina,” kata seorang profesor di Middle Institut Studi Timur Universitas Studi Internasional Shanghai, Fan Hongda.
Afghanistan bisa menjadi ujian terbesar bagi model diplomatik China yang mengedepankan pinjaman, komoditas dan kesepakatan infrastruktur ketimbang tuntutan untuk kebijakan liberal.
Menurut Stimson Center, jika Taliban mengejar kebijakan moderat terhadap perempuan dan mencapai stabilitas politik, Beijing kemungkinan mempertimbangkan untuk berinvestasi. Hal ini serupa yang telah dilakukan China di Pakistan.
“Pendekatan China adalah, ‘Melalui infus ekonomi kami menciptakan jalan, kami menciptakan infrastruktur, dan kami memastikan setiap orang memiliki pekerjaan’. Dan jika semua orang pergi bekerja jam sembilan pagi dan pulang jam 6 sore, mereka tidak punya waktu untuk memikirkan terorisme,” ujar pernyataan Stimson Center.
Stabilitas Afghanistan adalah kunci untuk melindungi proyek Belt and Road yang diinisiasi Cina, senilai lebih dari 50 miliar dolar AS. Proyek ini membangun rute darat penting dari dan ke Samudra Hindia.
Ketika para pejuang Taliban menguasai Kabul, sejumlah unggahan yang membandingkan peristiwa pengambilalihan Beijing oleh Mao Zedong pada 1949 beredar di media sosial Cina. Sementara itu, media pemerintah Cina menyebut bahwa penarikan pasukan AS dari Afghanistan adalah lonceng kematian bagi penurunan hegemoni AS.[rol]