Kekerasan mulai terjadi menyusul pemuatan kartun Nabi Muhammad Saw oleh sejumlah media massa di Eropa. Di Libanon, Menteri Dalam Negeri Hassan Sabeh menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya, setelah terjadi serangan ke kantor konsulat Denmark di Beirut dalam kerusuhan yang dipicu oleh pemuatan kartun-kartun Nabi Muhammad Saw itu. Kerusuhan yang terjadi pada Minggu (5/2) itu menyebabkan 30 orang terluka saat kerumunan massa menyerbu dan membakar gedung tempat konsulat Denmark berkantor. Aksi kekerasan itu tidak bisa dihindari meski aparat kepolisian berusaha mencegahnya dengan melemparkan gas air mata.
"Saya menyatakan pengunduran diri saya pada pemerintah karena banyaknya kritik yang muncul," kata Sabeh setelah pertemuan kabinet luar biasa. Ia mengatakan dirinya menolak memberikan perintah pada aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas pada para pengunjuk rasa karena ingin menghindari kerusakan yang lebih parah lagi.
"Meski sekitar 1.000 anggota pasukan keamanan sudah dikerahkan, kami tidak bisa memberikan perintah karena massa yang berunjuk rasa jumlahnya ribuan," kata Sabeh.
Aksi penyerangan terhadap kantor konsulat Denmark di Beirut terjadi setelah aksi serupa menimpa misi diplomatik Denmark dan Norwegia di negara tetangga Libanon, Suriah sehari sebelumnya.
Aksi protes terhadap Denmark dan Norwegia dan negara-negara Eropa lainnya yang medianya memuat kartun Nabi Muhammad makin beragam. Di Irak, Kementerian Transportasi Irak mengumumkan bahwa pihaknya membatalkan kontrak dengan Denmark dan Norwegia sebagai wujud protes mereka.
"Keputusan ini diambil untuk memprotes publikasi kartun-kartun Nabi Muhammad dan kami tidak akan menerima dana bantuan untuk pembangunan apapun dari Denmark dan Norwegia," kata juru bicara kementerian tersebut, Salam Al-Maliki. Ia mengaku tidak tahu berapa nilai kontrak antara Irak dengan Denmark dan Norwegia yang mengirim sekitar 500 pasukannya ke Irak.
Ancaman terhadap pasukan Denmark di Irak juga dilontarkan oleh kelompok-kelompok pejuang di negeri itu. Menurut dinas militer Denmark, tertembaknya seorang petugas patroli hari Minggu kemarin, kemungkinan besar terkait dengan ancaman itu.
Di pihak lain, Menteri Luar Negeri Denmark, Per Stig Moeller membantah bahwa kontrak-kontrak antara negaranya dengan Irak sudah dibekukan. "Tidak ada pesan yang diberikan pemerintah Irak pada kami," katanya dalam siaran beritan stasiun televisi TV2 Denmark.
Mengomentari informasi tentang pemutusan kontrak kerja oleh kementerian transportasi Irak, Soeren Espersen, juru bicara bidang kebijakan luar negeri Danish People Party, partai di Denmark yang dikenal anti imigran menyatakan, sebuah kejutan kalau memang benar pemerintah Irak membatalkan kontrak-kontrak kerjasama pembangunannya dengan Denmark. "Jika keputusan kementerian trasportasi Irak mencerminkan posisi pemerintah Irak secara keseluruhan, itu artinya salah satu alasan utama untuk tetap berada di Irak sudah tidak ada. Kita sudah menghabiskan banyak sumber daya untuk membangun kembali negara mereka. Saya harap Irak tidak mencampuradukkan masalah kartun Nabi Muhammad," kata Espersen.
Sementara itu, dari Turki dikabarkan seorang pendeta Roman Katolik ditembak di halaman gereja di Turki pada hari Minggu kemarin. Penembakan itu diduga terkait dengan maraknya aksi protes terhadap kartun Nabi Muhammad Saw.
Pendeta asal Italia, Andrea Santoro, 59, ditembak sebanyak dua kali di pintu masuk gereja Katolik Santa Maria di utara kota Trabzon seusai misa hari Minggu. Duta besar Vatikan untuk Turki mengatakan, pelaku penembakan meneriakkan kata "Allah Maha Besar’ sambil memuntahkan peluru dari pistolnya.
"Kita tidak perlu membuat interpreatasi lebih lanjut tentang apa yang terjadi. Tapi, satu-satunya hal yang disebutkan oleh rekan Santoro pada saya adalah, orang yang membunuh Santoro berteriak ‘Allahu Akbar’," kata Monsiur Antonio Lucibello seperti dikutip kantor berita Italia, ANSA.
"Ada sejumlah pernyataan yang mengatakan bahwa insiden ini mungkin ada hubungannya dengan persoalan kartun itu. Semuanya akan jelas kalau pelakunya tertangkap," kata Huseyin Yavuzdemir, gubernur Trabzon. Menurutnya, aparat kepolisian sudah mendapat informasi bahwa pendeta Santoro sejak lama menerima ancaman dari warga lokal atas dugaan upayanya melakukan misi Kristenisasi, meski bukti ke arah itu belum ditemukan.
"Aparat keamanan sedang menyelidiki orang-orang yang sudah mengancam dan mengkritiknya," kata Yavuzdemir. Pendeta Santoro sendiri, tambahnya, tidak pernah meminta perlindungan dari kepolisian. Atas insiden tersebut, Pemerintah Turki menyatakan mengutuk keras dan berjanji akan menangkap pelakunya. (ln/aljz)