Pemerintah India menolak bertanggung jawab atas insiden penembakan yang dilakukan pasukan militernya terhadap seorang pimpinan perjuangan kemerdekaan Kashmir dan empat warga Kashmir lainnya saat membubarkan aksi massa sekitar 100.000 warga Muslim Kashmir.
Aksi massa yang berlangsung hari Senin (11/8) di dekat Line of Control, garis pembatas yang memisahkan wilayah Pakistan dan India di kawasan Himalaya itu dilakukan untuk memprotes blokade-blokade jalan yang dibuat oleh warga Hindu. Blokade itu menyebabkan orang tidak bisa masuk ke wilayah Kashmir, merusak perdagangan dan arus keluar masuk kebutuhan-kebutuhan pokok bagi warga Kashmir.
Pasukan India mencoba membubarkan aksi massa itu dengan melepaskan tembakan yang mengenai Syaikh Abdul Aziz, tokoh pejuang Kashmir dan empat pengunjuk rasa lainnya. Seorang dokter di rumah sakit di Srinagar memastikan bahwa Syaikh Abdul Aziz tewas akibat luka tembakan.
Syaikh Abdul Aziz adalah anggota dari aliansi partai Konferensi Hurriyat, aliansi kelompok-kelompok moderat di Kashmir yang memperjuangkan kemerdekaan Kashmir.
Dalam aksi massa kemarin, selain lima korban tewas, 200 orang lainnya luka-luka. Meski demikian, pemerintah India menolak bertanggung jawab atas insiden itu dan mengatakan bahwa pasukannya hanya menggunakan peluru karet dan gas air mata ketika membubarkan aksi massa kemarin.
Insiden ini dikhawatirkan akan memicu ketegangan dan perlawanan yang lebih keras, karena para pendukung Syaikh Abdul Aziz menyatakan akan membalas kematian pemimpinnya. Aparat keamanan kini memberlakukan jam malam yang ketat di Srinagar, kota utama di wilayah Kashmir India.
Tokoh aliansi partai di Kashmir Mirwaiz Umar Farooq mengatakan, tewasnya Syaikh Abdul Aziz adalah kehilangan yang besar bagi gerakan kemerdekaan Kashmir. "Inilah wajah sebenarnya demokrasi di India, " tukas Umar Farooq.
"Kami cuma meminta agar blokade ekonomi diakhiri, tapi yang kami dapatkan malah peluru-peluru. Sementara warga Hindu fanatik yang menyerang dan membakar rumah-rumah warga Muslim di Jammu, dibiarkan melakukan apa yang mereka inginkan, " protes Umar Farooq. (ln/aljz)