Penggunaan sarana pemantau elektronik di masjid-masjid Saudi memicu respon luas dari masyarakat Muslim. Respon itu, ada yang bernada setuju dengan menganggap langkah itu sebagai inovasi yang penting dilakukan bahkan harus dilakukan juga di sekolah-sekolah. Tapi tidak sedikit yang menolak keras lantaran alat pemantau itu dianggap sebagai belenggu kebebasan.
Pemerintah kerajaan Saudi baru-baru ini mengeluarkan pernyataan tentang sistem informasi geografik bagi masjid. Tujuannya adalah agar seluruh masjid Saudi berada dalam pantauan pemerintah dengan menggunakan sarana pemantau elektronik. Kebijakan ini juga dilansir dalam harian Al-Hayat terbitan London (24/4). Dalam harian itu, disebutkan perkataan Shalih bin Abdel Aziz Ali Syaikh, Menteri Urusan Islam, Wakaf dan Dakwah Saudi, “Tekhnologi ini akan sangat membantu pemerintah untuk dapat mengetahui kondisi masjid dari hari ke hari dengan detail dan dari berbagai hal, mulai dari imam, muazzinnya akan ikut terpantau setiap mereka melakukan shalat.”
Ia menambahkan bahwa sesungguhnya tekhnologi ini sebelumnya sudah diuji cobakan di masjid wilayah Malz yang terletak di Timur Riyadh. Rencananya, upaya pemantauan ini akan meliputi seluruh masjid yang ada di Riyadh pada tahun ini. Langkah ini juga akan dilanjutkan hingga meliputi seluruh masjid di Saudi sampai tahun 2007.
Di harian Syarq Awsath topik ini juga ramai dibahas. Tujuan kebijakan kerajaan ini adalah agar pemerintah dapat melakukan pengontrolan dan menilai aktivitas pendidikan dan pengajaran di masjid dan sekolah-sekolah. “Memantau situasi kelas di sekolah-sekolah adalah alternatif yang memang telah dijalankan oleh sekolah modern di sejumlah negara dunia. Ini akan bisa digunakan untuk memantau para guru dan sikap murid tanpa harus ada pemantau tertentu atau pengelola sekolah di dalam kelas,” ujar Ali Syaikh.
Sementara itu, tidak sedikit pula kalangan yang menolak langkah ini. Mereka mengatakan ini adalah upaya pembelengguan kebebasan. Seorang peserta seminar mengatakan, “Kami tidak tertarik dengan ide pemantauan masjid dan pemantauan lewat kamera ini. Karena ini justru memunculkan ketakutan pihak yang dipantau lalu bisa memicu hubungan yang tidak baik. Karena prinsipnya, seseorang tidak akan memantau sesuatu yang memang dipercaya.” Ada pula seseorang lain yang mengatakan bahwa target kebijakan ini adalah suara vokal yang dalam beberapa kasus disuarakan oleh para imam dan khatib masjid. Rencananya, kerajaan Saudi akan memantau total 72 ribu masjid di seluruh wilayahnya.
Program pemantauan masjid ini sendiri, sebenarnya dilakukan beberapa bulan setelah munculnya upaya pembakaran dan perusakan masjid di sejumlah tempat di Saudi. Sejumlah orang diberitakan membakar 6 masjid di desa Nahdhah, Raudhah, Khalij yang berada di sisi Timur Riyad sepanjang tahun 2005. Ada pula pihak yang tidak bertanggung jawab yang berupaya membakar masjid Jami di Daudami, yakni Masjid Al-Kabir, As Salam, Zaid bin Haritsah. (na-str/iol)