Tuntutan pengadilan kejahatan perang atas Bush dan Blair kembali bergulir. Kali ini dari Presiden Sudan Omar Basyir. Basyir menyatakan menolak menyerahkan salah seorang warganya ke mahkamah kejahatan internasional di Den Haag.
Ia malah balik menuntut agar pengadilan internasional itu lebih dahulu menghakimi Bush dan Blair atas kejahatan perang yang dilakukan dua tokoh AS dan Inggris itu.
Uni Eropa dan PBB sedang menekan Sudan dan akan menjatuhkan sangsi pada negara itu, terkait situasi dan kondisi di Darfour. Hasan Thurabi, pemimpin Partai Motamar Syabi yang menjadi kelompok oposisi mengatakan, tekanan dunia internasional itu kemungkinan untuk menundukkan Basyir agar mau menerima pasukan perdamaian PBB di Darfour. PBB juga meminta agar Sudan membentuk pemerintahan transisi koalisi, untuk menghindari jatuhnya sangsi internasional atas Khartoum.
Basyir sendiri sebagai Presiden Sudan sudah tiga kali bersumpah bahwa ia takkan pernah menyerahkan warga Sudan, siapapun dia, pada mahkamah internasional. Basyir menolak tudingan pengadilan internasional atas Ahmad Muhammad Haroun, Menteri Negara urusan Kemanusiaan, dan Ali Kasheb pemimpin Milisi Gangoed, bahwa keduanya adalah pelaku kejahatan perang di Darfour.
Basyir dalam pertemuan dengan rakyat Sudan di Kardavan, sebelah barat Sudan, justru meminta agar Mahkamah Internasional menghakimi presiden AS George Bush dan PM Inggris Tony Blair, juga mantan PM Israel Ariel Sharon. “Merekalah orang-orang pertama yang harus diajukan ke meja hijau karena mereka melakukan pengusiran paksa, dan pembunuhan sebagaimana yang jelas terjadi di Irak, Afghanistan dan Palestina. ”
Ia menambahkan, “Siapa saja yang berbicara tentang Mahkamah Internasional, berarti telah melakukan kejahatan di negeri ini. ”
Basyir juga menegaskan tidak akan tunduk dan tidak akan basa basi pada siapapun yang memang benar-benar melakukan pelanggaran HAM. “Kami akan menghukum semua yang melakukan kesalahan. Tapi pada saat yang sama kami juga takkan pernah mau ada intervensi asing di Sudan, ” tandasnya.
Sudan terus menerus mendapat tekanan dunia internasonal karena menentang kehadiran pasukan PBB berjumlah 22. 500 pasukan di Darfour yang terletak di sisi Barat Sudan. Menurut data, ada 200 ribu orang yang tewas di Darfour, sementara 2, 5 juta orang lainnya mengungsi dan meninggalkan rumah mereka karena kecamuk perang yang dilakukan para pemberontak bersenjata melawan pemerintah yang sah sejak tahun 2003. (na-str/iol)