Presiden Bashar al-Assad Takut Dengan Hari Jum'at

Presiden Suriah Bashar al-Assad mempelajari peristiwa politik di negera lainnya, seperti yang terjadi di Mesir, di hari Jum’at menjadi hari yang sangat menentukan nasib, di mana ratusan ribu rakyat bisa keluar saat mereka melaksanakan shalat Jum’at, yang kemudian mereka melanjutkan dengan aksi protes, yang sangat menakutkan bagi penguasa. Termasuk di Suriah.

Apabila terjadi demonstrasi besar-besaran setelah usai doa shalat Jum’at, terjadi di dua kota terbesar Suriah, yaitu Damaskus dan Aleppo, rezim Bashar al-Assad akan dihadapkan dengan sebuah pilihan, menghadapi para pemotres dengan menggunakan kekerasan yang terbatas , atau memenuhi permintaan para demonstran. Dalam menghadapi dua pilihan ini, nampaknya Suriah berada di tubir jurang.

Rezim Hafez al-Assad, yang merupakan ayah dari Bashar al-Assad, tahun 1982 , memerintahkan pembantaian di kota Hama, yang menewaskan lebih dari 10.000 orang untuk menghancurkan pemberontakan yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin. Karena Assad sangat khawatir terhadap pemberontakan umum Sunni terhadap minoritas Alawi yang berkuasa Suriah. Assad takut bahwa Alawi tidak hanya akan diusir dari kekuasaan, tetapi juga menghadapi resiko pembantaian.

Putranya Bashar tampaknya telah memutuskan mengambil langkah-langkah, di mana tidak mungkin akan melakukan langkah-langkah seperti yang dilakkan oleh ayahnya dengan membantai para pengunjuk rasa seperti yang terjadi pada tahun 1982. Memang, Presiden Bashar Assad tampaknya berusaha menenangkan kemarahan rakyat. Pada hari Kamis, ia bertemu dengan delegasi besar dari kota Dara’a, pusat para demonstran. Pada hari Kamis, Assad juga mengumumkan pembentukan pemerintahan baru dengan menunjuk Adel aman, mantan menteri pertanian, sebagai perdana menteri baru.

Rezim Bashar al-Assad mengatakan sedang mempertimbangkan mencabut mengangkat 1.963 undang-undang darurat dan akan menggelar pemilihan. Tapi banyak pengamat menilai tindakan Assad itu setengah hati, dan tidak akan sungguh-sungguh untuk melakukan reformasi politik, sebagaimana yang menjadi tuntutan para demonstran yang menginginkan pembaharuan di Suriah. Rakyat menginginkan dihapuskannya sistem yang otoriter.

Hari Jum’at rakyat telah keluar untuk memprotes di kota-kota lebih dan lebih dengan setiap minggu lewat. Apakah hari Jum’at akan menjadi hari yang buruk bagi penguasa di Suriah? "Banyak orang yang bertanya hari Jumat, apakah akan lebih buruk bagi Bashar, dan dapatkah bertahan dua atau tiga periode?, ujar orang-orang yang berkerumun di kota Damaskus.

Dikawatirkan situasi politik akan benar-benar mengguncang Presiden Assad dan aksi demonstrasi bisa berubah aksi sektarian. Para demonstran sedang mengangkat semua masalah di Suriah, mulai dari korupsi, pengangguran, dan kekerasan, semuanya diarahkan ke rezim Alawi (Syiah) – aliran politik/ideologi yang menjadi latar belakang Assad dan keluarganya. Kelompok Alawi di Suriah yang merupakan cabang dari Islam Syiah, t hanya 12% sampai 14% dari seluruh populasi penduduk Suriah. Namun mereka telah menguasai Suriah selama lebih dari 40 tahun, berkat dukungan militer dan keamanan.

Protes yang paling banyak disuarakan oleh para demonstran adalah korupsi. Meskipun Alawi adalah pihak yang menjadi sasaran kritik, para elit Sunni menikmati kehidupan yang nyaman di Suriah. Masalah yang mendasar antara kaum Sunni dan Alawi adalah kaum Sunni fundamentalis menganggap kaum Alawi sesat. Inilah yang kelak di Suriah akan pecah perang saudara, yang lebih dahsyat dari Libya. Di mana sekarang ini Bashar al-Assad telah meminta tolong Hesbullah untuk menghadapi kaum Sunni fundamentalis.

Assad pemerintahannya yang otokratis menghadapi satu-satunya kelompok terorganisir dan cukup populer di Suriah,yang mentuntut adanya perestroika (keterbukaan dan kebebasan) adalah Ikhwanul Muslim yang dilarang, dan Damaskus yakin gerakan Ikhwan akan mendapatkan dari negara tetangga Libanon. Bahkan, Suriah tahun lalu dianggap menggunakan angkatan bersenjatanya untuk menghadapi aksi protes di kota Tripoli untuk membersihkan Ikhwan dari kota Lebanon.

Bentrokan sporadis minggu ini antara demonstran dengan pasukan keamanan di kota pesisir Baniyas hanya menambah ketakutan rezim. Baniyas telah lama dikenal sebagai sarang untuk militan Islam, dan bisa berubah gerakan massal yang menantang, karena senjata mudah diselundupkan melintasi perbatasan yang terbuka dengan Lebanon.

Suara kaum Islamis telah terdengar sejak awal terjadinya pemberontakan. Dara’a, kota di mana demonstrasi mula-mula pecah, juga dikenal dengan politik konservatif yang Sunni. (mh/tm)