Sebuah polling yang dilakukan surat kabar Washington Post dan stasiun televisi ABC News menunjukkan, 46 persen dari responden yang merupakan masyarakat AS, berpandangan negatif terhadap Islam. Prosentase ini meningkat sekitar 7 persen, sejak serangan 11 September.
Sebanyak 33 persen responden meyakini bahwa Islam adalah pemicu kekerasan terhadap non Muslim. Prosentase ini naik dua kali lipat sejak serangan 11 September.
Sepertiga dari 1.000 masyarakat AS yang disurvey menyatakan, akhir-akhir ini mereka banyak mendengar komentar-komentar yang berisi kecurigaan terhadap umat Islam. Seperempat responden mengakui punya prasangka buruk terhadap umat Islam dan orang-orang Arab. Jumlah ini sama dengan jumlah responden yang memiliki pendapat pribadi yang sifatnya bias terhadap orang-orang Arab.
Pandangan yang negatif terhadap Islam di kalangan masyarakat AS dinilai sebagai hal yang wajar. "Rakyat AS sudah diberi pesan untuk memberi respon seperti ini oleh para elit politik, media massa dan oleh kepentingan-kepentingan tertentu," kata Juan Cole, seorang profesor sejarah modern Timur Tengah dan Asia Selatan di Universitas Michigan, pada Washington Post.
Hal serupa diungkapkan oleh Ronald Stockton, profesor ilmu politik di Universitas Michigan di Dearborn. "Anda terus menerus mendapatkan irama genderang informasi yang negatif tentang Islam," kata Stockton, yang membantu penyelenggaraan studi tentang orang-orang Arab di Detroit.
Ia menambahkan, tingginya prosentase kalangan non Muslim yang memiliki pandangan negatif terhadap Islam, menunjukkan bahwa media sudah memberikan informasi yang tidak adil tentang umat Islam dan orang Arab.
Para pakar yang liberal dan konservatif meyakini, pandangan negatif itu berkembang di masyarakat AS antara lain dipicu oleh pernyataan-pernyataan politik dan media massa yang laporannya kebanyakan hanya memfokuskan pada tindakan-tindakan yang ekstrimis.
James J. Zogby, Presiden Arab American Institute yang berbasis di Washington mengaku tidak heran dengan hasil polling tersebut. "Anggota kongres sudah mengeksploitasi masalah ini dikaitkan dengan kasus pelabuhan itu. Para komentator radio nonstop membicarakannya," katanya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu di AS mencuat pro dan kontra tentang kesepakatan AS dengan Arab Saudi yang akan mengambil alih operasi enam pelabuhan utama milik AS, dan sejumlah anggota kongres AS dengan keras menentang kesepakatan itu.
Michael Franc, wakil presiden Heritage Foundation menyatakan, respon yang terungkap dalam survei itu, baginya adalah sebuah pukulan yang nyata terhadap Islam.
Cole bahkan mengaku kaget, ketika seorang pembawa acara talk show di radio menanyakannya, "Apakah ektrimis Islam akan meledakkan bom nuklir di AS dalam enam bulan ini?
Stephen Schwartz, akademisi terkemuka di AS mengkritik media massa Barat yang dinilainya gagal mengatasi tantangan dalam membuat laporan-laporan tentang Islam setelah peristiwa 11 September.
Sejak peristiwa yang menggegerkan dunia itu, warga Muslim di AS terus diawasi bahkan mengalami diskriminasi yang makin tajam. Pada Mei 2004, laporan yang dikeluarkan oleh kantor riset senat AS menyimpulkan, warga Arab Amerika dan warga Muslim minoritas mengalami dampak yang sangat buruk akibat diberlakukannya Patriot Act oleh pemerintah federal.
Amnesty Internasional menyebutkan, tindakan rasial yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di AS makin meningkat beberapa tahun belakangan ini dan kebanyakan target utamanya adalah warga Muslim. (ln/iol)