Politisi Israel Berang, Buku Sejarah Israel Masukkan Peristiwa Nakba

Kementerian Pendidikan Israel akan memasukkan materi pelajaran tentang sejarah berdirinya negara Israel tahun 1948 versi Palestina ke dalam buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah Arab Israel.

Namun langkah kementerian pendidikan ini, tidak mendapatkan dukungan positif dari para politisi dan anggota parlemen Israel, Knesset. Kebijakan itu malah membangkitkan kemarahan mereka.

Menteri Pendidikan Israel Yuli Tamir dalam pernyataan yang dilansir kantor berita AFP, Minggu (22/7) mengatakan, versi Palestina dan Israel tentang sejarah berdirinya negara Israel pada tahun 1948, kedua-duanya harus di informasikan pada siswa-siswi sekolah.

Buku-buku teks sejarah, kata Tamir, selain mencantumkan interpretasi versi Israel tentang Perang Arab-Israel tahun 1948 yang selama ini disebut sebagai Perang Kemerdekaan oleh Israel, juga harus mencantumkan interpretasi versi Arab-Palestina yang menganggap perang itu sebagai bencana atau Nakba.

Tamir menambahkan, buku-buku sejarah juga harus mencantumkan fakta bahwa setelah Perang Arab-Israel banyak warga Palestina yang terusir dari tanah airnya dan banyak tanah milik warga Arab yang dirampas oleh Israel.

Langkah Tamir menimbulkan reaksi keras di Tel Aviv. Mantan Menteri Pendidikan Israel dari Partai Likud, Limor Livnat mengatakan dengan kebijakan itu, warga Arab akan menyimpulkan bahwa mereka harus berperang melawan penjajahan Israel.

Data Biro Pusat Statistik Israel tahun 2006 menyebutkan, jumlah warga Arab di Israel sekitar 1. 413. 500 orang atau 19, 8 persen dari populasi penduduk Israel. Dari jumlah itu, 250 ribu warga Arab tinggal di Al-Quds dan sekitar 19 ribu berada di dataran tinggi Golan.

Reaksi keras juga disampaikan Koalisi partai nasional dan agama di Israel. Surat kabar Jerusalem Post melaporkan bahwa koalisi partai itu, mendesak PM Ehud Olmert agar memecat Tamir karena dianggap telah menghapus sejarah Yahudi dan memberikan legitimasi pada warga Arab untuk menolak mengakui eksistensi negara Israel. Dengan membuat kebijakan itu, Tamir dinilai telah menyetujui munculnya buku anti-Zionis. (ln/iol)