Politisi Irak menolak kehadiran pasukan AS di negeri itu dan meminta agar butir pernyataan yang membuka kemungkinan bagi pasukan AS untuk tetap berada di Irak sampai 2011 dihapus dari pakta tentang status pasukan AS-SOFA (Status of Forces Agreement)
Menurut anggota Partai Dawa, Ali al-Adib, perubahan itu adalah salah satu dari lima amandemen yang diajukan Irak terhadap SOFA. Menurutnya, pemerintah Irak ingin agar semua pernyataan yang membuka kemungkinan diperpanjangnya keberadaan pasukan AS di Irak, dihapuskan.
SOFA rencananya akan mulai diberlakukan akhir tahun ini, sebagai pengganti mandat PBB pada pasukan AS untuk beroperasi di Irak, yang akan berakhir akhir Desember mendatang. Pembahasan SOFA antara militer AS dan Irak cukup alot dan makan waktu berbulan-bulan.
Terakhir, Irak meminta sejumlah butir perjanjian dalam pakta tersebut diamandemen, yang membuat pemerintahan AS berang dan mengeluarkan pernyataan yang bernada mengancam bahwa jika pakta tersebut tidak segera disahkan, Irak akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih berat.
Salah satu butir yang memicu penolakan di Irak adalah, butir yang menyatakan bahwa pasukan AS akan menarik diri dari kota-kota dan pemukiman di Irak pada akhir Juni tahun 2009 dan baru akan meninggalkan Irak secara penuh pada 2011. Irak juga menginginkan perubahan pada pasal yang memberikan imunitas hukum pada tentara AS yang melakukan pelanggaran hukum di Irak.
"Kami menginginkan komando bersama antara AS dan Irak, dan bukan cuma pasukan AS saja yang memberikan komandonya di sini serta memutuskan sendiri apakah seorang tentara yang diduga melakukan kejahatan sedang dalam misi tugas atau tidak," tukas Adib.
Irak juga menginginkan amandemen tentang pengawasan keluar masuknya barang-barang AS dari Irak. Irak ingin diberi hak untuk memonitor dan memeriksa barang-barang Amerika yang masuk ke Irak dan keluar dari Irak, termasuk memonitor dan memeriksa peralatan dan teknologi milik militer AS dan perusahan-perusahaan kontraktornya yang diimpor atau diekspor kembali, yang dipindahkan maupun yang sedang digunakan di Irak. (ln/prtv)