Seorang pengasuh bayi selalu berusaha menunjukkan bahwa dia lebih mencintai bayi yang diasuhnya dibandingkan orang tua bayi itu sendiri. Dengan melakukan hal ini, dia telah berhasil memerankan pengasuh yang baik.
Namun, kenyataannya, si bayi lebih tahu bahwa ia lebih sering dicubit atau bahkan dipukul oleh si pengasuh ketimbang oleh ayah-ibunya. Karena itu, ketika ia dinyanyikan nina bobo sebelum tidur oleh pengasuhnya, dia tidak menyukainya. Setelah setengah jam mendengarkan lagu nina bobo itu, si bayi berteriak."Hentikan nina bobonya! Suaramu menyakiti telingaku. Aku ingin tidur!".
Itulah gambaran ekspresi dari Harian Kayhan, terhadap Raja Arab Saudi, Abdullah, dalam memperlakukan Zionis Israel. Di depan kebengisan rejim Zionis, Raja Abdullah tidak hanya menutup mulutnya rapat-rapat, tapi juga bahkan mendukung pembantaian warga sipil Gaza. Hal ini ditegaskan dan diyakinkan sendiri oleh presiden dan perdana menteri Israel saat itu, Simon Peres dan Ehud Olmert.
Selama perang 22 hari di Gaza, Saudi melarang semua demonstrasi besar yang memprotes Israel di negara itu. Sehari setelah Israel menarik mundur pasukanya (191/09), Raja Abdullah barulah berbicara ketika memimpin forum negara-negara Arab di Kuwait, "Darah orang-orang Palestina lebih mahal daripada kekayaan di seluruh dunia." Media yang mempunyai afiliasi besar dengan pemberintahan Arab Saudi mempublikasikan pernyataan itu dalam skala besar "nina bobo" Raja Abdullah tersebut dan menganalisnya dengan cara yang bodoh.
Uniknya, Raja Abdullah juga tanpa sadar mengeluarkan pernyataan yang membuktikan Arab Saudi dalam menyokong Israel. "Tak hanya dalam Islam, kenyataannya dalam Taurat pun, qisas disebutkan bahwa mata dibalas mata." ujarnya. Yang dimaksudkan adalah tindakan Israel dengan dalih melindungi diri dari Hamas adalah benar adanya. Melalui pernyataannya itu, Raja Abdullah menyalahkan Hamas. "Hamas yang menyebabkan Israel melakukan penyerangan pertama kali," begitu pandangannya.
Dalam akhir pernyataannya dalam forum ekonomi negara Arab di Kuwait, Raja Abdullah mengatakan, "Arab Saudi berterima kasih kepada negara-negara yang telah berpartisipasi dalam menghentikan tragedi berdarah di Jalur Gaza, terutama Mesir." Pernyataannya ini mendapat cibiran dari sebagian besar negara Arab yang lain, karena seolah-olah Saudi terlibat dalam aksi itu.
Tampaknya Raja Abdullah telah lupa bahwa Hosni Mubarak, presiden Mesir berulang kali sampai saat ini menutup perbatasan ke Gaza. Kedua negara itu, Saudi dan Mesir belum pernah sekalipun mengeluarkan kecaman terhadap Israel atas agresinya ke Gaza tersebut. Pewaris politik dan aqidah Abu Lahab ini tampaknya sudah linglung, tidak bisa membedakan mana yang harus dibela dan mana yang harus dilawan. (sa/irib)