Seorang penulis perempuan asal Bangladesh diajukan ke pengadilan oleh kepolisian India, karena tulisan-tulisannya yang menyerang Islam dan menyinggung perasaan warga Muslim.
Polisi India menangkap Taslima Nasreen-nama penulis itu- setelah menerima pengaduan dari partai Islam terbesar Majlis-e-Ittehadul-Muslimin.
"Kasus ini diajukan terhadap Taslima Nasreen, karena pandangan-pandangan dan tulisan-tulisannya yang melukai hati umat Islam, " kata seorang pejabat kepolisian kota Hyderabad.
Berdasarkan hukum pidana India, Taslima dianggap sudah mendorong munculnya "ketidakharmonisan atau rasa permusuhan, kebencian dan niat buruk. "
"Taslima adalah seorang yang kontroversial dan tulisan-tulisannya selalu memprovokasi kehidupan religius di Hyderabad dan di mana saja. Oleh sebab itu kami mengajukan tuntutan dengan tuduhan provokasi, " kata pejabat kepolisian N. Madhusudan Reddy.
Dalam keterangan pers penerbitan buku terbarunya berjudul "Shohd", Taslima menerima banyak kecaman. Dalam sebuah tayangan di televisi, sejumlah anggota parlemen dan aktivis Muslim terlihat melempari Taslima dengan bunga-bunga dalam acara itu, dan mengancam akan melemparkan kursi-kursi ke arahnya.
Panitia penyelenggara konferensi pers itu lansung menyelamatkan Taslima dan aparat kepolisian membawanya keluar dari ruangan.
Peristiwa itu berbuntut tuduhan terhadap Ketua Partai Majlis-e-Ittehadul-Muslimin yang juga anggota legislatif Akbaruddin Owaisi. Owaisi dituding telah "mengintimidasi" dengan melontarkan pernyataan bahwa Taslima harus dibunuh jika berani kembali ke Hyderabad, kota yang sepertiga dari 6, 5 juta penduduknya adalah warga Muslim.
Namun Owaisi membantah tudingan itu. Ia mengatakan bahwa media massa telah memelintir pernyataannya.
Taslime Nasreen adalah seorang Muslim, sebelum memutuskan menjadi seorang atheis. Ia kerap menimbulkan kemarahan warga Muslim di Bangladesh dan India, karena tulisan-tulisannya yang anti-Islam.
Pada tahun 1993, salah satu novel Taslima berjudul "Lajja" menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga Hindu yang disiksa dan diperlakukan dengan kejam oleh warga Muslim Bangladesh, memicu kritik dan kemarahan pemerintah Bangladesh, sampai pemerintah mencekal paspor Taslima.
Setahun kemudian, Taslima kembali membuat pernyataan yang membuat geram warga Muslim dan menuntut agar Tasliman dieksekusi. Saat itu Taslima mengatakan bahwa Al-Quran harus direvisi secara menyeluruh.
Pemerintah Bangladesh mengajukan gugatan hukum pada Taslima dengan tuduhan pelecehan agama dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Taslima.
Taslima terpaksa bersembunyi selama dua bulan, sebelum akhirnya dibebaskan dengan membayar uang jaminan. Ia meninggalkan Bangladesh dan sekarang tinggal di kota Kolkata, bagian timur India.
Meski tulisan-tulisannya bernuansa anti-Muslim, pada tahun 1994, Parlemen Eropa menganugerahkan penghargaan Sakharov Prize for Freedom of Thought pada Taslima dan buku-bukunya sudah diterjemahkan dalam 20 bahasa. (ln/iol)