PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan Forum Halal Dunia di Kuala Lumpur yang dihadiri perwakilan dari 40 negara. Ia meminta agar negara-negara Muslim meningkatkan investasinya di sektor produk halal.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua hari itu, Abdullah menyatakan perlu adanya "musyawarah" atau kesepahaman di kalangan para ulama Muslim, ilmuwan dan pebisnis dalam hal bagaimana membangun industri halal secara global.
"Jika tidak, kita akan menghadapi resiko tertinggal dan kehilangan potensi besar yang ditawarkan sektor produk halal, " tukasnya.
Teknologi modern dan rekayasa genetika, lanjut Abdullah Badawi, membuat makanan menghadapi tantangan yang makanan berat. Namun, penyerapan ilmu pengetahuan bisa membantu untuk menentukan prinsip umum atas apa saja yang bisa dinyatakan halal.
"Jika penilaian secara Islam tidak bisa diputuskan secara cepat dan akurat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dunia industri saat ini, maka industri halal mungkin akan jatuh dan tidak dipakai lagi. Kita tidak bisa dan harus tidak membiarkan ini terjadi, " tandas Abdullah.
Ketua World Halal Forum Khairy Jamaluddin mendukung pernyataan Abdullah. "Kami memimpikan label halal akan menjadi merek dagang yang berlaku secara global, seperti sektor perdagangan yang fair, produk organik, menentang uji coba pada hewan, sehingga setiap setuju dengan apa yang disebut halal, " ujar Khairy.
PM Abdullah Badawi menyatakan akan membuat sebuat portal internet sebagai medium perdagangan produk-produk halal dan sertifikasi halal di seluruh dunia. Portal ini juga untuk mendongkrak perdagangan di antara 57 negara anggota Organisasi Konferensi Islam.
Menurut perkiraan Malaysia, industri produk halal di seluruh dunia mencapai nilai 547 milyar dollar dan diharapkan mampu menembus angka satu triliun dollar dalam waktu dekat ini.
Malaysia, Negara Pusat Produk Halal
Malaysia sendiri terus melakukan terobosan untuk mewujudkan ambisinya menjadi negara pusat produk-produk halal dengan membangun sistem teknologi tinggi.
"Kita harus memperluas wawasan tentang produk halal, agar tidak hanya terkait dengan layanan dan produk-produk makanan saja, " katanya seperti dikutip kantor berita Bernama.
Menurut Abdullah, perlu ada perubahan dalam pola pikir untuk mendorong potensi bisnis dan perdagangan produk halal sehingga memberikan manfaat baik secara sosial maupun ekonomis bagi banyak orang.
Untuk itu, Malaysia menjalin kerjasama dengan sektor-sektor penting lainnya, antara lain kalangan perbankan, perusahaan teknologi informasi dan akademisi.
Hari Senin (7/5), Abdullah menyaksikan penandatanganan memorandum kesepahaman (MoU) antara Halal Industry Development Corporation (HDC) dan Microsoft Corporation, CIMB Islamic Bank, Universitas Chulalongkorn-Thailand dan Al-Islami Foods-perusahaan yang berbasis di Dubai.
Penandatanganan kerjasama itu, kata Abdullah, bukan hanya untuk menampilkan berbagai kemajuan yang telah dicapai HDC, tapi juga untuk mencatat berbagai cara-cara yang inovatif, yang bisa digunakan untuk meningkatkan sektor produk halal di masa depan.
Kerjasama dengan Microsoft difokuskan pada upaya pengembangan sistem komunikasi dan teknologi informasi bagi industri produk halal, antara lain pusat pertukaran informasi produk-produk halal, pusat riset dan sertifikasi halal.
CIMB akan menyediakan bantuan finansial bagi proyek-proyek produk halal, dengan prioritas perusahaan-perusahaan kecil-menengah. Sedangkan Universitas Chulalongkorn, Institut Standar Produk Halal Thailand dan HDC akan bekerjasama untuk program peningkatan kapasitas, riset dan kegiatan pengembangan lainnya, termasuk harmonisasi standar kehalalan.
Pada kesempatan itu, Abdullah pada para wartawan mengatakan bahwa Malaysia tetap komitmen untuk menjadi pemain utama dalam pasar produk halal secara global dan utamanya, untuk menjadi pusat produk halal di dunia. (ln/iol)