PM Israel Ehud Olmert Akui Kegagalan Militernya di Libanon

PM Ehud Olmert mengakui kegagalan pasukan militernya dalam perang melawan Hizbullah. Untuk itu ia memerintahkan pembentukan tim investigasi untuk menyelidiki kegagalan itu.

"Kami akan meneliti semua kesalahan dan tidak akan menyembunyikan hasil penyelidikannya. Kami harus introspeksi diri kami sendiri dalam semua pertempuran. Kami tidak akan merahasiakan segala sesuatunya di bawah karpet," janji Olmert.

Selama hampir sebulan lebih pertempuran dengan pejuang Hizbullah, performa pasukan Israel memang sangat buruk. Israel yang tadinya sesumbar bisa mengalahkan Hizbullah dalam waktu kurang satu bulan, pada akhirnya harus menyerah di bawah resolusi PBB.

Sedikitnya 130 tentara Israel tewas, 350 lainnya luka-luka dalam pertempuran dengan Hizbullah. Sejumlah peralatan perang Israel juga berhasil dihancurkan Hizbullah antara lain, helikopter Apache, 100 tank Mirkava kebanggaan Israel dan satu kapal perang Israel rusak berat.

Israel juga gagal melumpuhkan roket-roket Hizbullah, yang berhasil menewaskan sedikitnya 40 warga Israel di utara negara Zionis itu.

Kegagalan pasukan Israel dalam perang di Libanon, mempengaruhi karir politik Olmert. Ia mengaku bertanggung jawab atas semua operasi militer ke Libanon dan tidak meminta siapapun untuk ikut memikul tanggung jawab itu.

Lawan politik Olmert, pemimpin oposisi yang juga mantan PM Israel, Benjamin Netanyahu mengecam Olmert atas kegagalan tersebut.

"Harus dikatakan dengan jujur, bahwa banyak sekali kegagalan, kegagalan mengindentifikasi ancaman, kegagalan untuk menghadapi ancaman, kegagalan manajemen perang dan kegagalan manajemen di dalam negeri," kata Netanyahu.

Meski Olmert sudah mengakui kegagalan pasukannya dalam perang melawan Hizbullah, Juru bicara kementerian luar negeri Israel, Yigar Palmor dengan sesumbar justru mengatakan, Israel berhasil meraih keuntungan diplomatik dengan keluarnya resolusi PBB 1701, sementara Hizbullah kini berada di bawah pengawasan dunia internasional.

"Hizbullah dan pemimpinnya Hassan Nasrallah harus menghormati resolusi 1701. Itu artinya tidak akan ada lagi negara dalam negara di sepanjang perbatasan kami di utara yang akan terus memprovokasi kami. Secara politik dan militer, Hizbullah tidak bisa lagi berbuat semaunya di Libanon," ujar Palmor yang juga menyerukan embargo senjata dan pelatihan para pejuang Hizbullah di Libanon. (ln/iol/aljz)