Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki meminta adanya penyelidikan yang lebih independen atas kasus perkosaan seorang remaja puteri Irak dan pembunuhan terhadap anggota keluarganya oleh pasukan AS. Maliki juga mendesak agar kekebalan hukum terhadap pasukan asing di Irak ditinjau ulang.
Dalam kunjungannya ke Kuwait, Rabu (5/7) pada para wartawan Maliki menegaskan, dirinya akan meminta penyelidikan yang lebih independen dengan melibatkan penyidik dari Irak atau membentuk tim penyidik bersama pasukan multinasional.
"Kami tidak terima kehormatan rakyat Irak diinjak-injak seperti yang terjadi dalam kasus ini," kata Maliki.
PM Irak Nuri al-Maliki juga mempermasalahkan kekebalan hukum yang diberikan pada pasukan internasional yang membuat mereka jadi berani melakukan kejahatan-kejahatan terhadap warga sipil. "Harus ada peninjauan ulang atas kekebalan yang diberikan ini," tegas Maliki.
Dewan Keamanan PBB memang memberikan mandat selama tiga tahun pada sekitar 140.000 pasukan koalisi pimpinan AS, di mana pasukan tersebut tidak bisa dituntut dengan menggunakan hukum yang berlaku di Irak.
Pernyataan Maliki ini merupakan pernyataannya yang pertama sejak kasus perkosaan dan pembunuhan atas satu keluarga Irak terkuak lima hari yang lalu, setelah pengadilan AS memproses kasus Steven Green,21, mantan serdadu AS dari Divisi 101st Airborne dengan tuduhan perkosaan dan pembunuhan gadis Irak. Tindakan keji itu dilakukan Green setelah menembak mati keluarga gadis tersebut, termasuk seorang anak perempuan berusia lima tahun.
Menurut dokumen pengadilan, Green dan tiga rekannya bekerjasama memperkosa gadis Irak yang masih berusia 15 tahun. Green dan teman-temannya menggganti seragamnya dengan pakaian berwarna gelap sebelum masuk ke rumah korban dan beberapa di antara rekan Green dalam kondisi mabuk. Setelah melakukan aksinya, Green dan rekan-rekannya mendapati pakaian mereka penuh bercak darah dan untuk menghilangkan jejak, mereka membakar pakaian tersebut.
Seorang tentara yang dirahasiakan namanya, dalam pernyataan tertulisnya mengaku melihat Green memperkosa gadis Irak tersebut kemudian menembak kepalanya ‘dua sampai tiga kali.’
Menteri Kehakiman Irak, Hashim al-Shibly juga meminta agar kementeriannya diizinkan melakukan penyelidikan penuh atas kasus yang disebutnya sebagai kejahatan yang ‘mengerikan, barbar dan tidak berperikemanusiaan.’ Ia juga mendesak PBB agar memberi keleluasaan pada Irak untuk ‘mengusut kasus-kasus semacam itu seperti hukum Irak berlaku atas kasus kejahatan yang terjadi diwilayahnya.’
Kasus pembunuhan dan perkosaan warga Irak oleh pasukan AS mencuat pada saat Maliki dan pihak AS sedang bernegosiasi untuk menyusun aturan tentang keberadaan pasukan koalisi AS, jika mandat yang diberikan PBB berakhir pada bulan Desember mendatang.
Maliki sudah meminta para komandan AS di Irak agar memerintahkan anak buahnya untuk mematuhi hukum militer, mengingat banyak aksi kekerasan yang dilakukan serdadu AS terhadap warga sipil di Irak.
Terkait dengan kasus Green, militer AS menyatakan tidak satupun anggota pasukan AS yang kebal hukum. Jika terbukti bersalah, Green bisa dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan atau hukuman seumur hidup untuk tuduhan perkosaan. Green juga akan dikenai denda sebesar 250 ribu dollar.
Anggota parlemen Irak sudah meminta Maliki menggelar pertemuan untuk membahas kasus ini. Tokoh Sunni Adnan al-Dulaimi mendesak Maliki untuk ‘mengambil langkah yang berani terhadap kejahatan-kejahatan yang berulang-ulang dilakukan pasukan penjajah di Irak.’ (ln/iol)