Syaikh Muhammad Sayyid Tantawi, pimpinan lembaga pendidikan Sunni terbesar di dunia Al-Azhar, Mesir mungkin tidak pernah menyangka akan menuai kecaman dari masyarakat luas gara-gara ia bersalaman dengan Presiden Israel, Shimon Peres dalam acara konferensi antar agama yang digelar PBB bulan November kemarin.
Para politisi dan media massa Mesir bahkan mendesak Sayyid Tantawi untuk mengundurkan diri. Surat kabar independen di Mesir, al-Dustour dalam laporannya menulis, "tangan Peres penuh dengan darah rakyat Palestina dan aroma jenazah-jenazah mereka" oleh sebab itu "Sayyid Tantawi harus menyucikan tangannya."
Anggota parlemen Mesir dari kelompok oposisi, Mustafa Bakri mengatakan, apa yang dilakukan Sayyid Tantawi adalah tamparan keras bagi al-Azhar dan kesuciannya di dunia Arab.
"Pertemuan itu seperti menunjukkan bahwa al-Azhar telah melakukan normalisasi hubungan dengan musuh kita, Zionis Israel … dulu, Syaikh Tantawi juga mendorong adanya pertemuan dengan para rabbi, dan mencapai puncaknya saat ia bertemu dengan Rabbi Lau. Tapi pertemuan kali ini dengan presiden Zionis, telah merendahkan martabat seluruh umat Islam," kecam Bakri.
Kritik tajam juga disampaikan anggota parlemen lainnya yang juga dari kelompok oposisi, Dr. Hamdi Hassan. Ia mengecam Sayyid Tantawi yang berjabat tangan dengan Peres dan mendesak Perdana Menteri Mesir Ahmed Nazif untuk meminta Tantawi minta maaf pada seluruh dunia Islam.
Merespon kecaman terhadap dirinya, Sayyid Tantawao mengatakan bahwa ia tidak mengenali wajah Peres saat "pertemuan singkat" di konferensi yang disponsori Arab Saudi itu. "Seandainyapun saya mengenali dia (Peres)? Lantas kenapa … bukankah dia dari negara yang kita akui eksistensinya," tukas Tantawi membela diri. Mesir memang menjadi salah satu negara Arab, selain Yordania yang mengakui dan mau berdamai dengan Israel.
Tapi kontroversi soal "salaman Tantawi dengan Peres" di Mesir makin panas, setelah seorang pejabat Saudi mengungkap informasi baru, bahwa pemerintah Saudi menanggung semua biaya kedatangan delegasi Israel ke konferensi antara agama itu.
Menurut pejabat Saudi yang tidak mau diungkap jati dirinya itu, Kerajaan Saudi dan Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Saud al-Faisal sedang merencanakan upaya perdamaian baru antara negara-negara Arab dan Israel. Rencana itu sudah dibahas dalam pertemuan rahasia dengan Presiden Israel, Shimon Peres dan Menteri Luar Negeri Israel, Tzipi Livni.
Masih menurut sumber Saudi tadi, rencana perdamaian itu akan diumumkan setelah presiden terpilih AS, Barack Obama resmi berkantor di Gedung Putih. Dalam rencana baru itu, kata sumber Saudi, Israel dan Saudi, sepakat untuk tidak lagi menyinggung masalah "Yerusalem sebagai ibukota Palestina" dan "hak kembali para pengungsi Palestina". Padahal kedua persoalan itu menjadi tuntutan utama Palestina untuk menyelesaikan konflik dengan Israel. (ln/prtv)