Menteri Luar Negeri Irak, Hosyear Zibari mengumumkan akan digelarnya konferensi perdamaian di Irak dalam waktu dekat, tepatnya di Baghdad. Konferensi itu akan melibatkan seluruh komponen kekuatan yang ada di Irak baik pemerintah berkuasa maupun kelompok oposisi, guna meredakan situasi kekacauan keamanan yang semakin tak menentu.
Setelah bertemu dengan Presiden Mesir, Husni Mubarak di Kairo (5/12), Zibari mengatakan di depan para wartawan, “Ada berbagai ide untuk mengatasi kondisi di Irak. Tapi semua ide itu harus dimatangkan lebih lanjut. Kondisi Irak saat ini harus dilakukan dengan dukungan negara Arab.” Ia mengatakan juga bahwa Mubarak telah berhasil merumuskan hasil dialog antara PM Irak Nuri Maliki dan Presiden AS George Bush di Amman beberapa waktu sebelumnya, di mana telah terjadi kesepakatan dalam hal tertentu.
Hasil pertemuan dengan Mubarak, lanjutnya, akan dilakukan berbagai pertemuan dan kunjungan para petinggi Irak di Kairo, utamanya tokoh Jalaluddin Thalibani yang akan datang ke Kairo pada pekan depan.
Tentang cara menghentikan pertumpahan darah di Irak, menurutnya, memang sulit. “Ada banyak sisi politik dan keamanan yang terkait dengan keberadaan tentara internasional dan kelompok bersenjata yang melakukan tindak kekerasan.”
Ia melanjutkan, memang ada sejumlah ide dari Liga Arab, OKI dan lainnya, tapi semua ide itu harus dimatangkan dan digali lebih dalam. Demikian juga kesepakatan antara berbagai kelompok di Irak juga harus dijalin dalam kepentingan yang sama.
Sebelumnya, Sekjen Liga Arab, Amru Musa mengatakan, “Pertemuan tim Irak di tingkat Menteri Luar Negeri negara Arab hari ini menekankan tema rekonsiliasi dan kesepakatan Irak.” Menurut Musa, dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Bahrain Syaikh Khalid bin Ahmad Ali Khalifah, dirinya akan melakukan peran mengembalikan rekonsiliasi Irak dan menghentikan pertumpahan darah yang terjadi di Irak, serta mencari jalan tengah bagi milisi bersenjata untuk memenangkan situasi, agar ada perkembangan yang berarti.
Forum Menteri Luar Negeri negara Arab menegaskan, akan mendukung persatuan nasional, kepemimpinan dan kemerdekaan Irak, serta menolak ide pembagian Irak. Menurut forum menteri luar negeri Arab, yang diperlukan saat ini adalah kesepakatan nasional sebagai kunci menyelesaikan masalah di Irak dan mengecam aksi kekerasan dan kriminal hingga memakan korban, termasuk konflik antar etnik serta pengusiran paksa. Langkah perdamaian dan rekonsiliasi nasional antara rakyat Irak dilakukan setelah sebelumnya puluhan pertemuan telah digelar untuk mengatasi permasalahan Irak. Tapi semua langkah itu nihil hasilnya di lapangan. Sementara puluhan korban meninggal setiap hari akibat konflik antar etnik.
Ide rekonsiliasi yang paling monumental sebenarnya baru terjadi sekitar satu setengah bulan lalu. Sebuah pertemuan dilakukan dan dikenal dengan “Piagam Makkah”, ditandatangani oleh para pimpinan agama di Irak baik dari kalangan Sunni maupun Syiah, tepatnya tanggal 20 Oktober 2006. Penandatanganan itu dilakukan beberapa meter dari Baitullah Al-Haram, di mana mereka sepakat untuk menghentikan pertumpahan darah dan menyerukan penghentian perang antar etnik.
Pada bulan yang sama juga, PM Irak Al-Maliki melontarkan strategi empat poin untuk mengatasi konflik, di antaranya pembentukan dewan keamanan lokal, menolak penguasaan media massa. Tapi itupun tidak berhasil meredakan konflik. (na-str/iol)