Presiden Palestina Mahmud Abbas dan PM Israel Ehud Olmert akhirnya menggelar pertemuan di Sharm el-Syaikh, Mesir hari ini, yang juga dihadiri oleh Presiden Mesir Husni Mubarak serta Raja Yordania, Raja Abdullah. Namun pertemuan itu dianggap hanya untuk menunjukkan dukungan penuh Olmert, Mubarak dan Raja Abdullah pada Abbas, setelah berhasil "menendang" Hamas dari pemerintahan nasional bersatu Palestina.
Pertemuan yang digagas oleh Mubarak itu, tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kemajuan Palestina. Olmert, menurut salah seorang penasehatnya, menolak ajakan Palestina untuk memulai pembicaraan kesempatan damai dan menyatakan bahwa pertemuan tersebut bukan saat yang tepat untuk mulai melakukan negosiasi.
"Israel belum siap untuk menentukan menetapkan negosiasi, meski Abbas dan negara-negara Arab lainnya mendesak agar segera mengambil kesempatan di mana Hamas sudah dikeluarkan dari pemerintahan koalisi Palestina, " kata David Baker, penasehat Olmert.
Di Mesir sendiri, inisiatif Mubarak untuk menggelar pertemuan itu menuai banyak kecaman. Mingguan al-Arabi-media milik kelompok kiri di Mesir-pada hari Minggu kemarin memuat kepala berita dengan judul "Pertemuan tingkat tinggi yang terkutuk: Besok Olmert akan Memimpin Sebuah Aliansi Arab di Sharm el-Syaikh untuk Melawan Hamas. "
Sementara anggota kelompok-kelompok oposisi di Negeri Piramid menyuarakan ketidaksenangan mereka atas inisiatif Mubarak yang terkesan memberikan dukungan penuh pada Fatah. Menurut mereka, Fatah tidak layak mendapat dukungan itu.
Seorang kolomnis Mesir dari kelompok oposisi Magdi Mehna di harian independen Al-Masry Al-Youm menulis, "Rejim yang korup di Mesir membela rejim yang lebih korup (Fatah) di wilayah-wilayah pendudukan, "
Hari Minggu kemarin, kabinet Olmert memang menyatakan sudah menyetujui untuk mulai mencairkan kembali dana pendapatan pajak milik Palestina yang selama ini ditahan oleh pemerintah Israel. Pencairan dana itu untuk membiayai kabinet darurat Abbas. Tapi, belum diketahui berapa jumlah dana yang akan disalurkan Israel pada Abbas, yang jelas, saat ini Israel menahan sekitar 550 juta dollar dana dari pendapatan pajak yang seharusnya menjadi hak rakyat Palestina.
Di Ghaza, PM Ismail Haniyah yang ‘dicopot’ jabatannya oleh Abbas mengecam pertemuan di Sharm el-Syaikh, Mesir. Ia menyebut pertemuan itu cuma "angan-angan" dan "fatamorgana. "
"Amerika tidak akan memberikan apapun. Israel tidak akan memberikan apapun pada kita. Tanah Air dan bangsa tidak akan kembali pada kita, kecuali dengan perlawanan, " kata Haniyah.
Ia juga mengatakan, janji Israel untuk mencairkan dana milik Palestina adalah "pemerasan politik " dan bentuk "suap", untuk memperdalam krisis dan memecah belah Hamas dengan Fatah.
"Itu adalah uang kita dan hak kita. Uang itu harus bisa menjangkau seluruh rakyat Palestina, " tukas Haniyah. (ln/aljz/bbc)