Pertemuan Roma, Upaya Setengah Hati untuk Hentikan Agresi Israel

Pertemuan sejumlah pemimpin Eropa di Roma untuk membahas konflik Timur Tengah, Rabu (26/7) diperkirakan tidak akan menghasilkan keputusan yang tegas, selain wacana perlucutan senjata Hizbullah dan rencana pembentukan pasukan multinasional.

Negara-negara Eropa nampaknya masih bersikap setengah hati dan menunjukkan keberpihakan pada Israel, karena hanya menekankan perlucutan senjata terhadap Hizbullah dan tidak merencanakan mengambil tindakan apapun terhadap Israel yang jelas-jelas menjadi pihak yang pertama kali melakukan agresi militer.

Pertemuan itu akan dihadiri oleh 18 negara, minus Israel serta sejumlah organisasi internasional dan hanya berlangsung beberapa jam.

PM Italia, Romano Prodi mengatakan, tujuan utama pertemuan tersebut adalah menciptakan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, pembentukan pasukan internasional dan membicarakan masalah pengungsi yang menurutnya, ‘jumlahnya sangat mengejutkan.’

Pertemuan di Roma hari Rabu ini, belum menghasilkan keputusan yang pasti tentang langkah-langkah penyelesaian konflik Israel-Libanon. Sekjen PBB Kofi Annan yang menggagas pertemuan itu juga tidak memberikan komentar apa-apa.

Bahkan ketika pers mengkonfirmasi tentang pos pemantau PBB di Libanon selatan yang ikut dihantam misil Israel, Annan hanya mengatakan,"Saya sedang berusaha mendapatkan rinciannya." Dilaporkan, empat pemantau PBB tewas akibat serangan itu.

Sejak 1978, PBB sebenarnya sudah menempatkan sekitar 2.000 pasukan perdamaian di Libanon selatan yang disebut UNIFIL. Misi mereka adalah melakukan patroli di perbatasan. Namun keberadaan pasukan perdamaian itu tidak efektif untuk menghentikan kekerasan di perbatasan.

Pasukan Perdamaian

Sejumlah negara sudah menyatakan dukungannya atas rencana pembentukan pasukan perdamaian untuk mengakhiri pertikaian Israel-Libanon.

Sejumlah pejabat di Brussel pada kantor berita Associated Press mengungkapkan, Ketua kebijakan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana mengusulkan pembentukan pasukan reaksi cepat.

Solana mengatakan, pasukan internasional yang akan dikirim ke Libanon harus merupakan perwakilan dari berbagai bangsa sehingga mendapatkan dukungan luas dari publik Timur Tengah. Pasukan itu juga harus mendapatkan mandat yang kuat dari PBB agar bisa menggunakan kekuatannya, jika dirasa perlu.

Ia mengusulkan pasukan internasional itu terdiri dari gabungan pasukan Perancis, Jerman dan Spanyol, ditambah pasukan dari Turki, Belanda, Kanada dan negara-negara Arab seperti Mesir dan Arab Saudi.

Selain Belgia, Inggris, Italia dan Spanyol juga menyatakan dukungannya terhadap pembentukan pasukan internasional. Spanyol menyatakan, pasukan internasional itu harus efektif dan sebelum dikirim harus sudah ada pra kondisi berupa kesepakatan gencatan senjata dari semua pihak yang bertikai. Hal serupa dilontarkan Jerman.

Sementara itu, Israel pada hari Minggu kemarin menyatakan mau menerima keberadaan pasukan internasional asalkan berasal dari negara-negara angota NATO. (ln/aljz)