Sebagai tanggapan, pria itu merekam video dirinya membakar salinan Al-Qur’an di area barbekyu dan mengunggahnya di YouTube dengan menggunakan nama Skeptic Mohamed.
Pria yang menggambarkan dirinya sebagai seorang mantan Muslim, seorang ateis, seorang sekularis, seorang metalhead, dan seorang skeptis, berpendapat bahwa tindakan penistaan kitab suci itu adalah tentang mempertahankan haknya untuk mendapatkan suaka.
“Ini secara dramatis dapat meningkatkan kekhawatiran keamanan saya bahkan di sini di Swedia. Saya memiliki kewajiban untuk melindungi martabat, keselamatan, dan kebebasan saya, yang sama sekali tidak mungkin di negara mayoritas Muslim seperti Maroko pada saat ini,” katanya.
“Ini juga bertentangan dengan Otoritas Migrasi Swedia yang secara eksplisit mendiskriminasi saya karena saya mantan Muslim ateis,” katanya.
“Saya sangat menolak untuk tutup mulut dan bersembunyi seperti yang diminta otoritas suaka Swedia untuk saya lakukan dan mempertimbangkan persyaratan ‘masuk akal’ sementara Islamofassis dan teroris Islam yang menginginkan kita mati diizinkan untuk tinggal di Swedia setelah mereka menghancurkan puluhan negara mayoritas Muslim,” imbuh dia, seperti dikutip Sputniknews, Jumat (4/6/2021).
Tindakan pria yang menggunakan nama Skeptic Mohamed itu telah menarik perhatian media. Antara lain, surat kabar Aftonbladet yang menekankan bahwa Pengadilan Banding Migrasi sebelumnya memutuskan bahwa “tidak mungkin memaksa orang yang benar-benar yakin untuk menyembunyikan, mengubah, atau menjauhkan diri dari pandangan hidup mereka”.
Lebih jauh, jurnalis surat kabar tersebut; Thord Eriksson, memberanikan diri untuk mengatakan bahwa pria itu pasti mengalami kemalangan karena menghadapi tembok birokrasi para penolak suaka dan bahwa video klipnya mengganggu citra diri Swedia sebagai pembela hak asasi manusia.
Dalam komentar video tersebut, reaksi agak terpolarisasi, mulai dari kekaguman, rasa hormat, dan dukungan hingga kritik, kecaman, dan kegembiraan.
Sejauh ini, penistaan Al-Qur’an di Skandinavia telah menjadi pokok dari organisasi anti-Islam sayap kanan, seperti partai Garis Keras Denmark yang dipimpin oleh Rasmus Paludan atau Stop Islamization of Norway (SIAN), yang keduanya melihat pembakaran Al-Qur’an sebagai cara dari pelaksanaan kebebasan berbicara.[sindonews]