Perang Media Sosial, Turut Berkecamuk Dalam Perang Hamas dengan Israel

perang mediaPeperangan antara Israel dan kelompok militan Palestina, Hamas, tidak hanya dengan bom dan roket, namun juga saling serang di media sosial. Kedua pihak sama-sama menampilkan fakta terbaru mengenai konflik di Gaza melalui Twitter, Youtube dan Facebook.

Stasiun berita BBC edisi Selasa, 15 Juli 2014 melansir kedua pihak mengunggah perkembangan terbaru soal kondisi di Gaza. Dengan cara itu, mereka seolah-olah ingin merebut simpati publik dunia.

Sejak hari pertama menggelar Operasi Perlindungan Perbatasan tanggal 8 Juli lalu, Kementerian Pertahanan Israel (IDF) telah mengunggah puluhan informasi terbaru di akun Twitter merek,@IDFSpokesperson. Di akun itu tersedia informasi real time dan perkembangan terbaru mengenai serangan mereka.

Melalui akun Twitter itu, IDF mencoba memberikan penjelasan dari sisi mereka. Beberapa informasi yang ditampilkan antara lain perkembangan serangan roket dari Gaza dan aktivitas sistem pertahanan canggih pencegat roket, Iron Dome.

“Perkembangan terbaru: Iron Dome baru saja mencegat tujuh roket di atas kota Ashkelon”, tulis IDF di akun mereka.

Mereka juga menulis mengenai serangan balik roket yang ditembakkan Israel ke Gaza.

Demi bisa memperoleh simpati publik, IDF menggunakan strategi kata tanya hipotetis seperti “bagaimana kalau” dan “apa yang akan Anda lakukan”.

“70 persen warga Israel tinggal di jangkauan roket Hamas. Itu berarti sama dengan jumlah 224 juta penduduk Amerika, 42,7 juta penduduk Italia, 44,8 juta warga Prancis dan 45 juta warga Inggris. Apa yang akan Anda lakukan?”
, tulis IDF.

Untuk memberikan gambaran lebih nyata, IDF bahkan membuat sebuah aplikasi yang tersedia di blog resmi mereka. Dalam aplikasi itu, mereka menjelaskan secara detail kemampuan roket yang ditembakkan oleh Hamas.

Pengguna dunia maya bisa memasukkan nama kota di aplikasi itu yang dijadikan sasaran roket Hamas dan dampaknya untuk kota itu.

Bahkan, mereka juga kerap menyebut kegiatan skala internasional yang tengah terjadi bersamaan dengan operasi perbatasan. Salah satu contohnya, ajang final Piala Dunia 2014.

Strategi Tagar

IDF berkicau jumlah roket yang ditembakkan Hamas sudah dilakukan sejak awal pertandingan final Piala Dunia dan meminta pengguna dunia untuk mengulangi kembali cuitan mereka.

“Sehingga mereka yang tengah menikmati pertandingan #GERvsARG akan tahu,”
 kicau IDF. Dengan menggunakan tagar sepak bola, maka pesan itu akan menjangkau lebih banyak pengguna Twitter.

Tagar juga dijadikan strategi serupa bagi beberapa faksi di Gaza untuk meningkatkan jangkauan publik dunia. Mereka menggunakan tagar #GazaUnderAttack, #Gaza, #StopIsrael dan #PrayForGaza.

Akun milik Brigade Al Qassam di @qassamfeed sebagai contoh, berkicau kepada komunitas internasional, korban tewas dan luka di Palestina bukan sekedar angka di atas kertas.

Twitter Al Qassam Brigades (Hamas).Twitter al Qassam

Salah satu sayap militer Hamas, Brigade Izz al-Din al Qassam, turut menggunakan Twitter untuk menyampaikan informasi terbaru, khususnya mengenai jumlah korban akibat serangan udara Israel. Mereka juga mengabarkan soal serangan roket yang ditembakkan ke Israel.

Hamas juga cenderung menggunakan lebih banyak gambar dan grafik untuk menjelaskan dampak dari serangan udara Israel. Termasuk foto jasad anak-anak yang mereka klaim terbunuh akibat kekejaman militer Israel.

Menurut pengajar komunikasi Universitas Sentral Eropa dan Universitas Washington, Philip Howard, baik Hamas dan IDF menyadari, mereka memiliki pemirsa yang luas. Jumlah pengikut mereka datang dari berbagai belahan dunia.

“Bagian yang paling penting dan strategis yaitu untuk menginformasikan pemirsa mereka yang berasal dari kalangan jurnalis yang mengikuti akun mereka. Mereka tahu dengan menulis cuitan yang tepat dapat membantu menyebar luaskan informasi itu,” ungkap Howard.

Di mata dia, ada dua alasan mengapa Hamas akhirnya tertarik menggunakan media sosial. Pertama, ujar Howard, mereka ingin menjangkau jurnalis dan pemimpin dari negara barat.

Kedua, untuk tetap terhubung dengan pendukung Palestina yang berasal dari kaum muda, yang tidak lagi melihat Hamas atau otoritas Palestina sebagai pihak yang mampu diandalkan. (BBC/Vivanews/ren)