Mantan Panglima Angkatan Udara Libya yang sekarang bersembunyi, secara diam-diam membangun hubungan dengan kelompok oposisi di Benghazi.
Kolonel Tarek Saat Husien siap menggunakan kekuatan revolusioner untuk melakukan perang terakhir melawan diktator Libya Muammar Gadhafi.
Sebaliknya, Gadhafi ingin berperang sampai mati, dan telah memberikan perintah mempertahankan ibukota Tripoli, terutama kepada tentara dan para aktivis revolusioner.
Panplet-panflet di Benghazi, yang terpampang di Pengadilan Tinggi, tertulis : "Libya satu tubuh. Tripoli jantung hati kami". Wilayah bagian Timur dibawah kontrol kaum oposisi, tetapi Libya tidak pecah, mereka mengatakan, "Revolusi tidak akan berakhir, sampai memenangkan dan mengambil alih Tripoli, dan mengakhiri diktator", ujar mereka.
Pembebasan Tripoli akan datang dari Benghazi, dan gerakan pembebasan menyeruak dari kota kedua terbesar di Libya. "Kami tidak akan pernah meninggalkan Tripoli", ujar seorang imam yang memimpin shalat Jum’at di tempat terbuka di Benghazi, yang dihadhiri puluhan ribu jamaah. Kemudian, para jamaah meneriakkan takbir, "Allah Akbar .. Allah Akbar".
Kolonel Husien, yang berada di tempat yang dirahasiakan itu, dan dilindungi senjata anti pesawat tempur. Revolusi Libya banyak rakyat yang siap menyambutnya.
Di Benghazi pasukan militer yang dibawah komando Kolonel Husien, ada sekitar 10,000 pasukan, yang berada di dekat perbatasan dengan Mesir.
"Kami akan mengumpulkan kekuatan yang lebih besar lagi dari Benghazi dan kota-kota lainnya, yang akan siap untuk melakukan long march menuju Tripoli", ujar Husien
Hussein melakukan koordinasi dengan para komandan militer, dan para Sheik yang mengepalai suku-suku, para sukarelawan dari berbagai wilayah, dan akan melancarkan serangan yang menentukan untuk menjatuhkan rezim diktator yang sudah berkuasa selama 42 tahun.
Kolonel Husien menyebutkan ada sekitar 2.000 tentara yang sudah siap untuk berangkat ke Tripoli, sebagai kelompok kecil, dan akan sampai ke Tripoli, Jum’at malam ujar Husien. (m/aljz).